Jumat, 21 September 2012

PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN


MACAM – MACAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN
            Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain :
1.       Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan – memberdayakan siswa, bukan mengajar
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual,
guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil “menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk
mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk
mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah
yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama
teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan
ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible,
Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.
2.       Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).
 Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999)  kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.
3.       Pendekatan Deduktif – Induktif
a.       Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
b.       Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan.
Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian.
4.       Pendekatan Konsep dan Proses
a.       Pendekatan Konsep
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep.
b.       Pendekatan Proses
Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar. 
Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri. Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik dalam setiap proses pendidikan yang dialaminya
5.       Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology. STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah – langkah (ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Sumber :

Abdul Rahim Rashid. (1998). Ilmu Sejarah: Teori dan amalan dalam pengajaran A
dan pembelajaran Sejarah. Kertas kerja yang dibentangkan dalam Simposium Sejarah, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 30–31 Oktober.
Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ausubel, D. P. (1963). The psychology of meaningful verbal learning. New York: A Grune & Stratton Inc.
Bybee, R. W. (1993). Leadership, responsibility and reform in science education. BScience Educator, 2,1–9.
Depdiknas. (2002). Pengembangan Pelaksanaan Broad-Based Education, High- Based Education, dan Life Skills di SMU. Jakarta: Depdiknas.
Firdaus M Yunus. (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Paulo freire-Y.B
Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka
(http.//www.contextual.org.id)
(ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
IOWA State University. (2003). Incorporating Developmentally Appropriate
Learning Opportunities to Assess Impact of Life Skill Development.
Lifeskills4kids. (2000). Introduction & F.A.Q.
Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Lee, Kwuang-wu. 2000. English Teachers’ Barriers to the Use of Computer
assisted Language Learning. The Internet TESL Journal, Vol. VI, No. 12,
December 2000. http:/www..aitech.ac.jp/~iteslj/
(Frequently Asked Questions). kdavis@LifeSkills4Kids.com
Suhandoyo (1993). Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui
Interaksi Positif dengan Lingkungan. Yogyakarta: PPM IKIP Yogyakarta.
Supriyadi. (1999). Buku Pegangan Perkuliahan Teknologi Pengajaran Fisika.
Yogyakarta: Jurdik Fisika FMIPA UNY
Suyoso. (2001). Ilmu Alamiah Dasar. Yogyakarta:
Trowbidge dan Byebee. (1986). Becoming a Secondary school science Teacher.
London: Merill Publishing Company.
Utah State Board of Education. (2001). Life Skills. www.caseylifeskills.org
Rusmansyah.(2000). Prospek Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-
Masyarakat (STM) dalam pembelajaran Kimia di Kalimantan Selatan.
Teori pembelajaran dan pengajaran
Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.
Tugas utama seorang pengajar atau guru adalah untuk memudahkan pembelajaran para pelajar. Untuk memenuhi tugas ini, pengajar atau guru bukan sahaja harus dapat menyediakan suasana pembelajaran yang menarik dan harmonis, tetapi mereka juga menciptakan pengajaran yang berkesan. Ini bermakna guru perlu mewujudkan suasana pembelajaran yang dapat meransangkan minat pelajar di samping sentiasa memikirkan kebajikan dan keperluan pelajar.
Dalam sesi pembelajaran, guru kerap berhadapan dengan pelajar yang berbeza dari segi kebolehan mereka. Hal ini memerlukan kepakaran guru dalam menentukan strategi pengajaran dan pembelajaran. Ini bermakna, guru boleh menentukan pendekatan, memilih kaedah dan menetapkan teknik-teknik tertentu yang sesuai dengan perkembangan dan kebolehan pelajar. Strategi yang dipilih itu, selain berpotensi memeransangkan pelajar belajar secara aktif, ia juga harus mampu membantu menganalisis konsep atau idea dan berupaya menarik hati pelajar serta dapat menghasilkan pembelajaran yang bermakna.
Perlunya guru menarik perhatian pelajar dalam sesuatu pengajaran, aktiviti-aktiviti yang dipilih hendaklah yang menarik dan mempunyai potensi yang tinggi untuk membolehkan isi pelajaran dan konsep-konsep yang diterjemahkan secara jelas. Aktiviti harus boleh mempengaruhi intelek, emosi dan minat pelajar secara berkesan.
Dalam merancang persediaan mengajar, aktiviti-aktiviti yang dipilih perlu mempunyai urutan yang baik. Ia perlu diselaraskan dengan isi kemahiran dan objektif pengajaran. Lazimnya aktiviti yang dipilih itu adalah gerak kerja yang mampu memberi sepenuh pengaruh terhadap perhatian, berupaya meningkatkan kesan terhadap intelek, ingatan, emosi, minat dan kecenderungan serta mampu membantu guru untuk menjelaskan pengajarannya.
Dalam merancang aktiviti mengajar yang berkesan dan bermakna kepada para pelajar, guru haruslah memikirkan terlebih dahulu tentang kaedah dan teknik yang akan digunakan. Pemilihan strategi secara bijaksana mampu menjamin kelicinan serta keberkesanan penyampaian sesuatu subjek atau modul.
Di antara kaedah dan teknik yang boleh digunakan oleh guru ialah :
§  Kaedah sumbang saran
§  Kaedah tunjuk cara (demonstrasi)
§  Simulasi atau kaedah pengajaran kumpulan
§  Kaedah perbincangan atau kaedah penyelesaian masalah
§  Kaedah oudioligual
§  Kaedah kodkognetif
§  Kaedah projek
Penggunaan kaedah dan teknik yang pelbagai akan menjadikan sesuatu pengajaran itu menarik dan akan memberi ruang untuk membolehkan pelajar terlibat secara aktif dan bergiat sepanjang sesi pengajaran tanpa merasa jemu dan bosan. Dalam pengajaran dan pembelajaran, terdapat beberapa kaedah dan teknik yang berkesan boleh digunakan oleh guru. Oleh yang demikian pemilihan terhap kaedah dan teknik pelulah dilakukan secara berhati-hati supaya cara-cara ini tidak menghalang guru melaksanakan proses pembentukan konsep-konsep secara mudah dan berkesan. Kaedah projek yang diasaskan oelh John Deney misalnya, menggalakkan pelajar mempelajari sesuatu melalui pengalaman, permerhatian dan percubaan. Pelajar merasa seronok menjalankan ujikaji aktiviti lain yang dilakukan dalam situasi sebenar dan bermakna. Biasanya kaedah ini memberi peluang kepada pelajar menggunakan kemudahan alat deria mereka untuk membuat pengamatan dan penanggapan secara berkesan. Dari segi penggunaan teknik pula, guru boleh menggunakan apa sahaja teknik yang difikirkan sesuai sama ada teknik menerang, teknik mengkaji, teknik penyelesaian mudah, teknik bercerita dan teknik perbincangan. Penggunaan contoh-contoh adalah asas dalam pengajaran dan pembelajaran. Hal ini kerana ia dapat melahirkan pemikiran yang jelas dan berkesan. Biasanya seorang guru menerangkan idea-idea yang komplek kepada sekumpulan pelajar, guru itu dikehendaki memberi contoh-contoh dan iluktrasi. Idea yang abstrak, konsep-konsep yang baru dan susah, lebih mudah difahami apabila guru menggunakan contoh-contoh dengan ilutrasi yang mudah dan konkrit. Misalnya, dalam bentuk lisan iaitu dengan mengemukakan analogi, bercerita, mengemukakan metafora dan sebagainya. Contoh-contoh boleh juga boleh ditunjukkan dalam bentuk visual, lakaran, ilustrasi dan lain-lain.
3. Memory
§  Address three pressing problem you have faced in your class and solve these problem based on what you now know about Memory.
Kesediaan belajar antara seorang individu dengan seorang individu yang lain biasnya tidak setara. Ini kerana tahap atau proses pertumbuhan atau perkembangan mereka tidak sama dan searah. Walaupun terdapat semacam satu kecenderungan yang sama dalam pertumbuhan mereka tetapi fizikal, mental, emosi dan social mereka tetap berbeza. Biasanya hal-hal seperti inilah yang banyak menimbulkan masalah kepada guru, sama ada pada peringkat kesediaan perancangan atau pada peringkat melaksanakan pelajaran mereka. Masalah perbezaan kesediaan belajar boleh dikaitkan daripada tiga sudut pandangan dari segi kematangan a. kematangan fizikal b. kematangan intelek c. kematangan emosi
a. Kematangan fizikal Pekembangan pada fizikal manusia pada amnya, menunjukkan kecekalan yang tinggi. Namun begitu, perbezaan yang besar antara mereka. Guru-guru perlu berhati-hati terhadap perbezaan yang wujud di kalangan pelajar. Dalam konteks kesediaan belajar, perhatian terhadap corak pertumbuhan dan perkembangan fizikal seperti ini adalah amat penting. Pengetahuan tentang apa yang dijangkakan akan berlaku dalam pertumbuhan perkembangan normal berupaya membantu guru menyediakan asas pembelajaran. Perkembangan teknik dan kaedah pengajaran dan penggunaan alat Bantu mengajar. Jika berlaku penyimpangan terhadap cirri-ciri yang normal di kalangan pelajar, guru harus mampu menghadapinya. Guru sepatutnya boleh membuat apa sahaja penyesuaian yang berfaedah. Tindakan berhati-hati daripada guru ini boleh memajukan lagi perkembangan potensi semula jadi pelajar.
b. Kematangan intelek (mentel) Kebolehan mental ditakrifkan sebagai kebolehan mentafsir deria (persepsi), kebolehan membina bahan-bahan yang tidak ada pada deria (imagenasi), kobolehan untuk mengingati kembali apa yang telah dialami (ingatan) dan kebolehan meneruskan kesimpulan tentang hal-hal yang diprolehi daripada pengalaman ataupun yang abstrak. Kematangan intelek tidak mempunyai hadnya. Biasanya, ia menunjukkan kemajuan, iaitu bermula daripada kegiatan mental yang paling mudah bergerak kepada proses mental yang lebih kompleks. Pertumbuhan inteleks seseorang itu dapat ditentukan pada tahapsejauh manakah kemajuan itu berada. Dalam hubungannya dengan kesediaan belajar, perubahan-perubahan perkembangan dalam keupayaan intelek seperti ini patutlah diberi perhatian. Walaupun perkembangan intelek itu merupakan proses yang berlaku secara berperingkat-peringkat dan berterusan, namun proses ini tidak sama bagi semua pelajar. Memang terdapat kecenderungan am yang sama dalam kalangan mereka yang sedang menjelani proses kematangan tetapi kadar pertumbuhan adalah berbeza-beza. Oleh yang demikian, mereka yang bertanggungjawabdengan pembelajaran dan pengajaran perlulah mengambil kira perbezaan-perbezaan ini dan memikirkan dengan teliti fakta ini sebelum merancang dan seterusnya melaksanakan tugas mereka dalam kelas.
c. Kematangan Emosi Emosi menggambarkan satu kaedaan yang dikaitkan oleh dorangan-dorongan melalui satu cara tertentu. Ia melibatkan gangguan dalaman yang meluas dan mengandungi nada perbezaan atau berbagai-bagai darjah kepuasan dan gangguan . Ahli-ahli psikologi dan fisiologi sependapat bahawa emosi melibatkan perasaan, gerak hati dan tindak balas fisiologi. GGGerak hati atau desakan dalaman yang mengarahkan sesuatu jenis pelakuan mungkin terjadi dalam perbagai gabungan dan peringkat, secara umum, emosi dapat diertikan sebagai suatu pengalaman yang penuh perasaan, yang melibatkan penyalarasan dalaman secara am dengan keadaan mental dan fisiologi yang bergerak dalam diri individu dan kemudiannya diperlihatkan dalam bentuk tingkah laku yang nyata. 4. Metacognition - What is your reaction to the video on metacognition? - Explain in your own words three or more benefits of applying metacognition in your classes AND - How would you apply metagnition in your classes?
Metacognition dapatlah ditafsir sebagai elemen yang mempunyai kaitan rapat dengan kesedaran tentang proses yang dilaksnankan secara berfikir. Menurut Bronw (1980) metacognition’ adalah merupakan ilmu pengetahuan atau kesedaran yang terdapat kepada seseorang yang membolehkannya. Gadner (1992) berpendapat kebolehan mengawal proses berfikir ini adalah dipengaruhi oleh umur dan pengalaman seseorang. Seorang pelajar lebih tua dari segi umur dan tinggi dari aspek persekolahan boleh menyedari, mengawal dan mengamalkan starategi berfikir berhubung dengan satu-satu masalah lebih baik daripada pelajar yang muda dan rendah tahap persekolahannya. Boyer dalam model ‘ Functional Thinking’ nya menyatakan lebih jelas bahawa ‘ Metacognition adalah merangkumi kebolehan seseorang, merancang (planning), memantau (monitoring). Dan menilai (assessing) satu-satunya keputusan atau idea yang hendak diutarakan “Boyer menjelaskan bahawa ‘metacognatinion’ terletak di luar kebolehan berfikir (cognition) itu sendiri. Menurutnya “ Metacognative operations are applied to the strategies and skill used to produce meaning rather then diretctly to data and experience. Metacognation seeks to control these meaning-making aperations by which one seeks to make meaning”. Dengan ini ini metacognition dapatlah disimpulkan sebagai kebolehan seseorang dalam mengaplikasikan startegi yang betul dalam proses melahirkan idea tetapi bukannya buah fikiran yang dilahirkan atau bukan hasil sebenar berfikit itu sendiri. Seseorang yang ingin menyelesaikan satu masalah ekonominya terpaksa mengalami proses merancang , memantau, menilai keputusan yang akan dibuat. Proses merancang, memantau dan menilai ini ada kaitan langsung dengan keputusan yang akan dibuat atau diambil dalam penyelasaian masalah tersebut.
Terdapat kebaikkan dalam mengaplikasikan Matacognitive: 1. Kaedah perbincangan Dalam aktiviti pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas terdapat banyak topic sesuai disampaikan melalui sesi perbincangan khasnya bagi kursus bahasa. Di antara topik-topik yang sesuai dibincangkan topic isu semasa, program pelajar dan sebagainya. Kaedah ini melibatkan aktiviti perbualan di antara guru dan pelajar-pelajar dalam kelas atau satu jenis aktiviti pembelajaran secara bertukar-tukar fikiran atau idea serta berkongsi maklumat tentang sesuatu perkara. Para pelajar harus diberitahu cara-cara dan peraturan-peraturan perbincangan terlebih dahulu. Ini bertujuaan agar aktiviti perbincangan lancer, teratur dan tidak terpesong daripada tujuan. Pada akhir perbincangan, idea-idea haruslah dirumuskan. Rumusan ini kan digunakan untuk membuat ulasan perbincangan.
2. Proses pembelajaran melalui proses pemerhatian dan pemodelan Bandura (1986) mengenal pasti empat unsure utama dalam proses pembelajaran melalui pemerhatian atau pemodelan, iaitu pemerhatian (attention), mengingati (retention), re,produksi (reproduction), dan penangguhan (re inforcement) motivasi (motivion). Implikasi daripada kaedah ini keberkesanan pembelajaran dan pengajaran dapat dicapai melalui beberapa cara yang berikut: • Penyampaian harus cekap dan menarik • Demonstasi guru hendaklah jelas, menarik, mudah dan tepat • Hasilan guru atau contoh-contoh seperti ditunjukkan hendaklah mempunyai mutu yang tinggi
3. Pembelajaran, ingatan, dan lupaan Pembelajaran merupakan sesuatu proses psikologikal dalaman. Sama ada ia belaku tidak akan dapat diperhatikan atau diukur secara langsung. Apa yang kita ukur ialah ingatan selepas pembelajaran sahaja. Oleh itu, ingatan hanya boleh dianggap gambaran atau praktikal pembelajaran. Walaupun, ingatan boleh mewakili pembelajaran, kualiti ingatan dan lupaan ialah tiga proses yang saling berkaitan serta saling berpengaruhi antara satu sama lain. Berikut mengilustrasikan secara ringkas peringkat-peringkat perkaitan pembelajaran, ingatan dan lupaan. Rajah 1: peringkat-peringkat perkaitan pembelajaran, ingatan dan lupaan.
Berdasarkan huraian-huraian pengertian ingatan di atas maka bolehlah dirumuskan bahawa ingatan merupakan proses kebolehan manusia untuk menerima maklumat, memproses dan menyimpanya dalam otak, kemudian mengeluarkannya ketika perlu.
Berdasarkan daripada tiga kaedah penyampaian yang digunakan tadi, proses pembelajaran dan pengajaran yang dilaksanakan akan lebih terancang dan berkesan.
Apabila guru menggunakan kaedah ini untuk proses pengajaran dan pembelajaran secara tidak lansung akan meningkatkan kemahiran pelajar dalam pangajaran dan pembelajaran.
Dalam suasana pengajaran dan pembelajaran, kemahiran-kemahiran bermaksud seseorang itu terlatih dan mempunyai pengalaman yang tinggi serta mendalam. Dalam proses pengajaran dan pembelajaran kebolehan menguasai kemahiran tertentu harus ditegaskan oleh guru, terutama kemahiran asas seperti menyelesaikan masalah, kemahiran berfikir secara kritis dan kreatif, kemahiran mendengar, bertutur, kemahiran membaca dan menulis dan sebagainya. Apabila pelajar menguasai kemahiran asas ini akan dapat membantu pelajar tersebut menguasai bidang-bidang ilmu yang lain dengan lebih mudah.


PRILAKU PENYIMPANGAN KAJIAN SOSIOLOGI


PERILAKU MENYIMPANG
Tindakan manusia tidak selamanya sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya. Adakalanya terjadi penyimpangan terhadap nilai dan norma yang ada. Tindakan manusia yang menyimpang dari nilai dan norma atau peraturan disebut dengan perilaku menyimpang. Apakah perilaku menyimpang itu? Pernahkah kamu melakukan tindakantindakan yang termasuk dalam kategori perilaku menyimpang?
Ada banyak perilaku menyimpang yang terjadi di masyarakat. Dari yang sederhana atau kecil sampai yang kompleks yang akibatnya sangat meresahkan masyarakat. Apa yang kamu ketahui mengenai perilaku menyimpang?
1. Pengertian Perilaku Menyimpang
Pagi itu di ssebuah perempatan, lampu lalu lintas sedang menyala merah. Karena kesiangan dan takut terlambat sampai di sekolah, Damar justru menambah laju kecepatan sepeda motornya dan menerobos lampu merah. Tindakan Damar itu diketahui polisi dan akhirnya dia ditilang. Berdasarkan cerita di atas, bagaimana pendapatmu terhadap tindakan yang dilakukan Damar? Tindakan Damar merupakan salah satu contoh sederhana adanya penyimpangan terhadap aturan-aturan yang ada di masyarakat. Masih banyak lagi jenisjenis penyimpangan yang terjadi di masyarakat.
Dalam kenyataan sehari-hari, tidak semua orang bertindak berdasarkan norma-norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Tindakan yang tidak sesuai dengan norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat dinamakan perilaku menyimpang. Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang tidak mematuhi norma atau patokan dan nilai yang sudah baku di masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi ( deviation ), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan ini disebut dengan devian ( deviant ).
Berikut ini pengertian perilaku menyimpang menurut pandangan beberapa ahli.
a. James Vander Zenden
Menyebutkan bahwa penyimpangan adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
b. Robert M.Z. Lawang
Mengungkapkan penyimpangan adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.
c. Bruce J. Cohen
Mengatakan bahwa perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
d. Paul B. Horton
Mengutarakan bahwa penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
e. Lewis Coser
Mengemukakan bahwa perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial.
2. Proses Pembentukan Perilaku Menyimpang
Bagaimanakah sebenarnya pembentukan perilaku menyimpang dalam masyarakat? Dan faktor-faktor apa sajakah yang turut memengaruhinya? Mari kita bahas dalam subpokok bahasan ini.
a. Faktor Biologis
Cesare Lombrosso, seorang kriminolog dari Italia, dalam bukunya Crime, Its Causes and Remedies (1918) memberikan gambaran tentang perilaku menyimpang yang dikaitkan dengan bentuk tubuh seseorang. Dengan tegas, Lombrosso mengatakan bahwa ditinjau dari segi biologis penjahat itu keadaan fisiknya kurang maju apabila dibandingkan dengan keadaan fisik orang-orang biasa. Lombrosso berpendapat bahwa orang yang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang-tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang khas, tangan beserta jari-jarinya dan jari-jari kaki relatif besar, serta susunan gigi yang abnormal.
Sementara itu William Sheldon, seorang kriminolog Inggris dalam bukunya Varieties of Delinquent Youth (1949) membedakan bentuk tubuh manusia yang mempunyai kecenderungan melakukan penyimpangan ke dalam tiga bentuk, yaitu endomorph, mesomorph, danectomorph yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu.
1) Endomorph (Bulat dan Serba Lembek)
Orang dengan bentuk tubuh ini menurut kesimpulannya dapat terpengaruh untuk melakukan perilaku menyimpang, karena sangat mudah tersinggung dan cenderung suka menyendiri.
2) Mesomorph (Atletis, Berotot Kuat, dan Kekar)
Orang dengan bentuk tubuh seperti ini sering menunjukkan sifat kasar dan bertekad untuk menuruti hawa nafsu atau keinginannya. Bentuk demikian ini biasanya identik dengan orang jahat yang paling sering melakukan perilaku menyimpang.
3) Ectomorph (Kurus Sekali dan Memperlihatkan Kelemahan Daya)
Orang yang seperti ini selalu menunjukkan kepasrahan, akan tetapi apabila mendapat penghinaan-penghinaan yang luar biasa tekanan jiwanya dapat meledak, dan barulah akan terjadi perilaku menyimpang darinya.
b. Faktor Psikologis
Banyak ahli sosiologi yang cenderung untuk menerima sebab-sebab psikologis sebagai penyebab pembentukan perilaku menyimpang. Misalnya hubungan antara orang tua dan anak yang tidak harmonis. Banyak orang meyakini bahwa hubungan antara orang tua dan anak merupakan salah satu ciri yang membedakan orang 'baik' dan orang 'tidak baik'. Sikap orang tua yang terlalu keras maupun terlalu lemah seringkali menjadi penyebab deviasi pada anak-anak.
c. Faktor Sosiologis
Dari sudut pandang sosiologi, telah banyak teori yang dikembangkan untuk menerangkan faktor penyebab perilaku menyimpang. Misalnya, ada yang menyebutkan kawasan kumuh ( slum ) di kota besar sebagai tempat persemaian deviasi dan ada juga yang mengatakan bahwa sosialisasi yang buruk membuat orang berperilaku menyimpang. Selanjutnya ditemukan hubungan antara 'ekologi' kota dengan kejahatan, mabuk-mabukan, kenakalan remaja, dan bunuh diri. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan beberapa sebab atau proses terjadinya perilaku menyimpang ditinjau dari faktor sosiologis.
1) Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna
Menurut teori sosialisasi, perilaku manusia, baik yang menyimpang maupun yang tidak dikendalikan oleh norma dan nilai yang dihayati. Apabila sosialisasi tidak sempurna akan menghasilkan perilaku yang menyimpang. Sosialisasi yang tidak sempurna timbul karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi, sehingga seseorang bertindak tanpa memperhitungkan risiko yang akan terjadi.
Contohnya anak sulung perempuan, dapat berperilaku seperti laki-laki sebagai akibat sosialisasi yang tidak sempurna di lingkungan keluarganya. Hal ini terjadi karena ia harus bertindak sebagai ayah, yang telah meninggal. Di pihak lain, media massa, terutama sering menyajikan gaya hidup yang tidak sesuai dengan anjuran-anjuran yang disampaikan dalam keluarga atau sekolah. Di dalam keluarga telah ditanamkan perilaku pemaaf, tidak balas dendam, mengasihi, dan lain-lain, tetapi di televisi selalu ditayangkan adegan kekerasan, balas dendam, fitnah, dan sejenisnya. Nilai-nilai kebaikan yang ditawarkan oleh keluarga dan sekolah harus berhadapan dengan nilai-nilai lain yang ditawarkan oleh media massa, khususnya televisi. Proses sosialisasi seakan-akan tidak sempurna karena adanya saling pertentangan antara agen sosialisasi yang satu dengan agen yang lain, seperti antara sekolah dan keluarga berhadapan dengan media massa. Lama kelamaan seseorang akan terpengaruh dengan cara-cara yang kurang baik, sehingga terjadilah penyimpanganpenyimpangan dalam masyarakat.
2) Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi dari Nilai- Nilai Subkebudayaan Menyimpang
Shaw dan Mc. Kay mengatakan bahwa daerah-daerah yang tidak teratur dan tidak ada organisasi yang baik akan cenderung melahirkan daerah kejahatan. Di daerahdaerah yang demikian, perilaku menyimpang (kejahatan) dianggap sebagai sesuatu yang wajar yang sudah tertanam dalam kepribadian masyarakat itu. Dengan demikian, proses sosialisasi tersebut merupakan proses pembentukan nilai-nilai dari subkebudayaan yang menyimpang.
Contohnya di daerah lingkungan perampok terdapat nilai dan norma yang menyimpang dari kebudayaan setempat. Nilai dan norma sosial itu sudah dihayati oleh anggota kelompok sebagai proses sosialisasi yang wajar. Perilaku menyimpang seperti di atas merupakan penyakit mental yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan itu kita mengenal konsepanomie yang dikemukakan oleh Emile Durkheim . Anomie adalah keadaan yang kontras antara pengaruh subkebudayaan-subkebudayaan dengan kenyataan sehari-hari dalam masyarakat. Indikasinya adalah masyarakat seakan-akan tidak mempunyai aturan-aturan yang dijadikan pegangan atau pedoman dan untuk ditaati bersama.
Akibat tidak adanya keserasian dan keselarasan, normanorma dalam masyarakat menjadi lumpuh dan arahnya menjadi samar-samar. Apabila hal itu berlangsung lama dalam masyarakat, maka besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi. Anggota masyarakat akan bingung dan sulit memperoleh pedoman. Akhirnya, mereka memilih cara atau jalan sendiri-sendiri. Jalan yang ditempuh tidak jarang berupa perilaku-perilaku yang menyimpang.
3) Proses Belajar yang Menyimpang
Mekanisme proses belajar perilaku menyimpang sama halnya dengan proses belajar terhadap hal-hal lain yang ada di masyarakat. Proses belajar itu dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan menyimpang. Misalnya, seorang anak yang sering mencuri uang dari tas temannya mula-mula mempelajari cara mengambil uang tersebut mulai dari cara yang paling sederhana hingga yang lebih rumit. Cara ini dipelajarinya melalui media maupun secara langsung dari orang yang berhubungan dengannya. Penjelasan ini menerangkan bahwa untuk menjadi penjahat kelas 'kakap', seseorang harus mempelajari terlebih dahulu bagaimana cara yang paling efisien untuk beroperasi.
4) Ikatan Sosial yang Berlainan
Dalam masyarakat, setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok yang berbeda. Hubungan dengan kelompok-kelompok tersebut akan cenderung membuatnya mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang paling dihargainya. Dalam hubungan ini, individu tersebut akan memperoleh pola-pola sikap dan perilaku kelompoknya. Apabila pergaulan itu memiliki pola-pola sikap dan perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan besar ia juga akan menunjukkan pola-pola perilaku menyimpang. Misalnya seorang anak yang bergaul dengan kelompok orang yang sering melakukan aksi kebut-kebutan di jalan raya. Kemungkinan besar dia juga akan melakukan tindakan serupa.
5) Ketegangan antara Kebudayaan dan Struktur Sosial
Setiap masyarakat tidak hanya memiliki tujuan-tujuan yang dianjurkan oleh kebudayaannya, tetapi juga caracara yang diperkenankan oleh kebudayaannya itu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Apabila seseorang tidak diberi peluang untuk menggunakan caracara ini dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka kemungkinan besar akan terjadi perilaku menyimpang. Misalnya dalam sebuah perusahaan, pengusaha memberikan upah kepada buruhnya di bawah standar UMK. Hal itu apabila dibiarkan berlarut-larut, maka ada kemungkinan si buruh akan melakukan penyimpangan, seperti melakukan demonstrasi atau mogok kerja.
3. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang
Di masyarakat kita mengenal bentuk-bentuk penyimpangan yang terdiri atas penyimpangan individual ( individual deviation ), penyimpangan kelompok ( group deviation ), dan penyimpangan gabungan dari keduanya ( mixture of both deviation ). Terkadang ada pula yang menambahkan dengan penyimpangan primer ( primary deviation ) dan penyimpangan sekunder ( secondary deviation ).
a. Penyimpangan Individual ( Individual Deviation )
Penyimpangan ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah mengabaikan dan menolak norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Orang seperti itu biasanya mempunyai kelainan atau mempunyai penyakit mental sehingga tidak dapat mengendalikan dirinya. Contohnya seorang anak yang ingin menguasai warisan atau harta peninggalan orang tuanya. Ia mengabaikan saudarasaudaranya yang lain. Ia menolak norma-norma pembagian warisan menurut adat masyarakat maupun menurut norma agama. Ia menjual semua peninggalan harta orang tuanya untuk kepentingan diri sendiri.
Penyimpangan yang bersifat individual sesuai dengan kadar penyimpangannya dibedakan atas pembandel, pembangkang, perusuh atau penjahat, dan munafik.
1) Pembandel, yaitu penyimpangan karena tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
2) Pembangkang, yaitu penyimpangan karena tidak taat pada peringatan orang-orang.
3) Pelanggar, yaitu penyimpangan karena melanggar norma-norma umum yang berlaku. Misalnya orang yang melanggar rambu-rambu lalu lintas pada saat di jalan raya.
4) Perusuh atau penjahat, yaitu penyimpangan karena mengabaikan norma-norma umum sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya. Misalnya pencuri, penjambret, penodong, dan lain-lain.
5) Munafik, yaitu penyimpangan karena tidak menepati janji, berkata bohong, berkhianat, dan berlagak membela.
b. Penyimpangan Kelompok ( Group Deviation )
Penyimpangan ini dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompoknya, namun bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Penyimpangan ini terjadi dalam subkebudayaan menyimpang yang umumnya telah memiliki norma, nilai, sikap, dan tradisi sendiri, sehingga cenderung untuk menolak norma-norma yang berlaku dalam masyarakat yang lebih luas. Contohnya kelompok orang yang menyelundupkan serta menyalahgunakan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, teroris, kelompok preman, dan separatis. Mereka memiliki aturan-aturan sendiri yang harus dipatuhi oleh anggotanya.
Dalam melakukan aksinya, mereka memiliki aturan permainan yang cermat, termasuk dalam membentuk jaringan yang kuat untuk melakukan kejahatannya, sehingga sulit dilacak dan dibongkar pihak yang berwenang, dalam hal ini kepolisian.
c. Penyimpangan Campuran ( Mixture of Both Deviation )
Sebagian remaja yang putus sekolah (penyimpangan individual) dan pengangguran yang frustasi (penyimpangan individual), biasanya merasa tersisih dari pergaulan dan kehidupan masyarakat. Mereka sering berpikir seperti anak orang berkecukupan, yang akhirnya menempuh jalan pinta untuk hidup enak. Di bawah pimpinan seorang tokoh yang terpilih karena kenekatan dan kebrutalannya, mereka berkelompok dalam 'organisasi rahasia' (penyimpangan kelompok) dengan memiliki norma yang mereka buat sendiri. Pada dasarnya norma yang mereka buat bertentangan dengan norma yang berlaku umum di masyarakat.
Penyimpangan seperti itu ada yang dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki organisasi yang rapi, sehingga individu ataupun kelompok di dalamnya taat dan tunduk kepada norma golongan yang secara keseluruhan mengabaikan norma yang berlaku. Misalnya gank-gank anak nakal. Kelompok semacam itu dapat berkembang menjadi semacam kelompok mafia dunia kejahatan yang terdiri atas preman-preman yang sangat meresahkan masyarakat.
d. Penyimpangan Primer ( Primary Deviation )
Penyimpangan ini dilakukan oleh seseorang, di mana hanya bersifat temporer atau sementara dan tidak berulang-ulang. Individu yang melakukan penyimpangan ini masih dapat diterima oleh masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh pola perilaku menyimpang tersebut dan di lain kesempatan tidak akan melakukannya lagi. Misalnya seorang siswa yang terlambat masuk sekolah karena ban sepeda motornya bocor, seseorang yang menunda pembayaran pajak karena alasan keuangan yang tidak mencukupi, atau pengemudi kendaraan bermotor yang sesekali melanggar rambu-rambu lalu lintas.
e. Penyimpangan Sekunder ( Secondary Deviation )
Penyimpangan ini dilakukan oleh seseorang secara terusmenerus, sehingga akibatnya pun cukup parah serta mengganggu orang lain. Dalam penyimpangan ini, seseorang secara khas memperlihatkan perilaku menyimpang yang secara umum dikenal sebagai seorang yang menyimpang. Masyarakat tidak dapat menerima dan tidak menghendaki individu semacam itu hidup bersama dalam masyarakat mereka. Misalnya seorang siswa yang sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Contoh lainnya adalah seseorang yang sering mabuk-mabukan baik di rumah, di pesta, maupun di tempat umum serta seseorang yang sering melakukan pencurian, perampokan, dan tindak kriminal lainnya.
Bentuk-bentuk penyimpangan tersebut harus diatasi karena penyimpangan menyangkut masalah mental perilaku. Misalnya, melalui berbagai penataran, pendidikan keagamaan, pemulihan disiplin, serta pelatihan-pelatihan lainnya.
4. Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang
Kita tahu bahwa perilaku menyimpang merupakan tindakan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat karena telah melanggar norma atau aturan-aturan yang berlaku. Namun tetap saja perilaku menyimpang itu ada dalam masyarakat. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu tindakan dikatakan sebagai perilaku menyimpang. Tahukah kamu, ciri-ciri apa sajakah yang dimaksud? Menurut Paul B. Horton, penyimpangan sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Penyimpangan Harus Dapat Didefinisikan
Suatu perbuatan anggota masyarakat dapat dikatakan menyimpang apabila memang didefinisikan sebagai menyimpang. Perilaku menyimpang bukanlah semata-mata ciri tindakan yang dilakukan orang, melainkan akibat dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tersebut. Singkatnya, penilaian menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasar kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
b. Penyimpangan Bisa Diterima Bisa juga Ditolak
Perilaku menyimpang ada yang positif dan negatif. Positif, apabila penyimpangan yang diterima bahkan dipuji dan dihormati, seperti penemuan baru oleh para ahli itu kadangkadang bertentangan budaya masyarakat. Sedangkan penyimpangan negatif adalah penyimpangan yang ditolak oleh masyarakat, seperti perampokan, pembunuhan terhadap etnis tertentu, dan menyebarkan teror dengan bom atau gas beracun.
c. Penyimpangan Relatif dan Mutlak
Dalam masyarakat, tidak ada seorang pun yang masuk dalam kategori sepenuhnya penurut (konformis) ataupun sepenuhnya penyimpang (orang yang benar-benar menyimpang). Orang yang termasuk kedua kategori itu justru akan mengalami kesulitan dalam kehidupannya.
Pada dasarnya semua orang normal sesekali pernah melakukan tindakan menyimpang, tetapi pada batas-batas tertentu yang bersifat relatif untuk setiap orang. Perbedaannya hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangannya saja. Secara umum, penyimpangan yang dilakukan tiap orang cenderung relatif. Bahkan orang yang tadinya penyimpang mutlak lambat laun harus berkompromi dengan lingkungannya.
d. Penyimpangan terhadap Budaya Nyata ataukah Budaya Ideal
Budaya ideal adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat. Dalam kenyataan di masyarakat, banyak anggota masyarakat yang tidak patuh terhadap segenap peraturan resmi tersebut. Jadi antara budaya nyata dengan budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi pengetahuan umum dalam kenyataan sehari-hari cenderung banyak dilanggar. Contohnya peraturan mengenai penggunaan helm pada saat mengendarai sepeda motor. Banyak masyarakat yang melanggar peraturan tersebut, di mana kita dapat melihat di jalan-jalan banyak orang mengendarai sepeda motor tanpa memakai helm.
e. Terdapat Norma-Norma Penghindaran dalam Penyimpangan
Norma penghindaran ini muncul apabila pada suatu masyarakat terdapat nilai atau norma yang melarang suatu perbuatan yang ingin sekali diperbuat oleh banyak orang. Apakah norma penghindaran itu? Pola perbuatan yang dilakukan orang untuk memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan secara terbuka. Jadi, norma-norma penghindaran merupakan suatu bentuk penyimpangan perilaku yang bersifat setengah melembaga ( semi-institusionalized ).
f. Penyimpangan Sosial Bersifat Adaptif (Menyesuaikan)
Tidak selamanya penyimpangan sosial menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat, karena kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemelihara stabilitas sosial. Perilaku apa yang kita harapkan dari orang lain, apa yang orang lain inginkan dari kita, serta wujud masyarakat seperti apa yang pantas bagi sosialisasi anggotanya. Di lain pihak, perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. Tidak ada masyarakat yang mampu bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu yang lama. Masyarakat yang terisolasi sekalipun akan mengalami perubahan. Ledakan penduduk, perubahan teknologi, serta hilangnya kebudayaan lokal dan tradisional mengharuskan banyak orang menerapkan norma-norma baru.
5. Sifat-Sifat Perilaku Menyimpang
Dalam masyarakat kita mengenal dua sifat perilaku menyimpang yaitu perilaku menyimpang yang bersifat positif dan perilaku menyimpang yang bersifat negatif.
a. Penyimpangan yang Bersifat Positif
Penyimpangan yang bersifat positif adalah penyimpangan yang tidak sesuai dengan aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku, tetapi mempunyai dampak positif terhadap sistem sosial. Atau dengan kata lain, penyimpangan yang terarah pada nilai-nilai sosial yang ideal (didambakan) walaupun cara atau tindakan yang dilakukan itu seolah-olah atau tampaknya menyimpang dari norma yang berlaku, padahal sebenarnya tidak. Seseorang dikatakan menyimpang secara positif apabila dia berusaha merealisasikan suatu citacita, namun masyarakat pada umumnya menolak atau tidak dapat menerima caranya. Akibatnya orang tersebut akan menerima celaan dari masyarakat. Dapatkah kamu menyebutkan contoh-contohnya?
b. Penyimpangan yang Bersifat Negatif
Penyimpangan negatif adalah kecenderungan bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang dipandang rendah dan akibatnya selalu buruk. Jenis tindakan seperti ini dianggap tercela dalam masyarakat. Si pelaku bahkan bisa dikucilkan dari masyarakat. Bobot penyimpangan negatif itu diukur menurut kaidah susila dan adat istiadat, sehingga sanksi yang diberikan kepada pelanggarnya dinilai lebih berat daripada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. Contohnya pencurian, perampokan, pelacuran, dan pemerkosaan.
6. Tipe-Tipe Perilaku Menyimpang
Menurut Robert M.Z. Lawang, perilaku menyimpang dapat digolongkan menjadi empat tipe, yaitu tindakan kriminal atau kejahatan, penyimpangan seksual, penyimpangan dalam bentuk pemakaian atau konsumsi secara berlebihan, serta penyimpangan dalam gaya hidup ( lifestyle ).
a. Tindakan Kriminal atau Kejahatan
Tindakan kriminal merupakan suatu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok terhadap nilai dan norma atau peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat. Kita mengenal dua jenis kejahatan seperti yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu violent offenses dan property offenses .
1) Violent offenses atau kejahatan yang disertai dengan kekerasan pada orang lain, seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, dan lain sebagainya. 2) Property offenses atau kejahatan yang menyangkut hak milik orang lain, seperti perampasan, pencurian tanpa kekerasan, dan lain sebagainya. Sementara itu Light, Keller, dan Callhoun dalam bukunya yang berjudul Sociology(1989) membedakan kejahatan menjadi empat tipe, yaitu crime without victim, organized crime, white collar crime, dan corporate crime.
1) White Collar Crime (Kejahatan Kerah Putih)
Kejahatan ini mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh orang yang terpandang atau berstatus tinggi dalam hal pekerjaannya. Contohnya penghindaran pajak, penggelapan uang perusahaan, manipulasi data keuangan sebuah perusahaan (korupsi), dan lain sebagainya.
2) Crime Without Victim (Kejahatan Tanpa Korban)
Kejahatan tidak menimbulkan penderitaan pada korban secara langsung akibat tindak pidana yang dilakukan. Contohnya berjudi, mabuk, dan hubungan seks yang tidak sah tetapi dilakukan secara sukarela.
3) Organized Crime (Kejahatan Terorganisir)
Kejahatan ini dilakukan secara terorganisir dan berkesinambungan dengan menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan (biasaya lebih ke materiil) dengan jalan menghindari hukum. Contohnya penyedia jasa pelacuran, penadah barang curian, perdagangan perempuan ke luar negeri untuk komoditas seksual, dan lain sebagainya.
4) Corporate Crime (Kejahatan Korporasi)
Kejahatan ini dilakukan atas nama organisasi formal dengan tujuan menaikkan keuntungan dan menekan kerugian. Lebih lanjut Light, Keller, dan Callhoun membagi tipe kejahatan korporasi ini menjadi empat, yaitu kejahatan terhadap konsumen, kejahatan terhadap publik, kejahatan terhadap pemilik perusahaan, dan kejahatan terhadap karyawan.
b. Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan oleh masyarakat. Adapun beberapa jenis perilaku ini di antaranya adalah sebagai berikut.
1) Perzinaan, yaitu hubungan seksual di luar nikah.
2) Homoseksual, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan sesama jenis. Homoseksual dibedakan atas lesbian dan homoseks. Lesbian adalah sebutan bagi wanita yang melakukan hubungan seksual dengan sesama wanita, sedangkan homoseks adalah sebutan bagi pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria.
3) Kumpul kebo, yaitu hidup bersama seperti suami istri, namun tanpa ada ikatan pernikahan.
4) Sadomasochist , yaitu pemuasan nafsu seksual dengan melakukan penyiksaan terhadap pasangannya.
5) Paedophilia , yaitu memuaskan keinginan seksual yang dilampiaskan kepada anak kecil.
6) Sodomi, yaitu hubungan seksual yang dilakukan melalui anus atau dubur.
7) Gerontophilia , yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan orang-orang lanjut usia.
c. Penyimpangan dalam Bentuk Pemakaian atau Konsumsi Berlebihan
Penyimpangan ini biasanya diidentikkan dengan pemakaian dan pengedaran narkoba atau obat-obatan terlarang serta alkoholisme. Hal ini lebih banyak terjadi pada kaum remaja karena perkembangan emosi mereka yang belum stabil dan cenderung ingin mencoba serta adanya rasa keingintahuan yang besar terhadap suatu hal.
Menurut Dr. Graham Baliane (Kartini Kartono, 1992) kaum muda atau remaja lebih mudah terjerumus pada penggunaan narkotika karena faktor-faktor sebagai berikut.
1) Ingin membuktikan keberaniannya dalam melakukan tindakan berbahaya.
2) Ingin menunjukkan tindakan menentang terhadap orang tua yang otoriter.
3) Ingin melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman emosional.
4) Ingin mencari dan menemukan arti hidup.
5) Ingin mengisi kekosongan dan kebosanan.
6) Ingin menghilangkan kegelisahan.
7) Solidaritas di antara kawan.
8) Ingin tahu.
Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol secara berlebih dilarang oleh hukum karena dapat mendorong terjadinya tindak kriminal yang lain. Selain dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Bahaya terhadap diri sendiri, antara lain dapat merusak organ-organ tubuh, sehingga tidak berfungsi sempurna, bahkan susunan syaraf yang berfungsi sebagai pengendali daya pikir turut pula dirusak. Akibatnya tidak dapat berpikir secara rasional dan cenderung untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
d. Penyimpangan dalam Bentuk Gaya Hidup
Di masyarakat, kita bisa menemukan berbagai gaya hidup yang antara orang yang satu dengan orang yang lain mungkin terdapat perbedaan-perbedaan. Gaya hidup setiap orang bisa dipengaruhi oleh lingkungan, pendapatan, kemampuan pribadi, dan lain-lain. Namun demikian gaya hidup seseorang juga dapat menimbulkan suatu penyimpangan dalam masyarakat. Gaya hidup yang bagaimanakah itu? Ada dua bentuk penyimpangan dalam gaya hidup yang lain dari biasanya, yaitu sikap organisasi dan sikap eksentrik.
1) Sikap arogansi adalah kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kekayaan, kekuasaan, dan kepandaian. Atau bisa saja sikap itu dilakukan untuk menutupi kekurangannya.
2) Sikap eksentrik adalah perbuatan yang menyimpang dari biasanya, sehingga dianggap aneh. Misalnya anak lakilaki memakai anting-anting, berambut panjang.
7. Teori-Teori Perilaku Menyimpang
Dalam sosiologi dikenal berbagai teori yang membahas perilaku menyimpang, yaitu Teori Pergaulan Berbeda, Teori Fungsi, dan Teori Tipologi Adaptasi.
a. Teori Pergaulan Berbeda ( Differential Association )
Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland . Menurut teori ini, penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan diperoleh melalui proses alih budaya (cultural transmission) . Melalui proses ini seseorang mempelajari suatu subkebudayaan menyimpang (deviant subculture).
Contohnya perilaku siswa yang suka bolos sekolah. Perilaku tersebut dipelajarinya dengan melakukan pergaulan dengan orang-orang yang sering bolos sekolah. Melalui pergaulan itu ia mencoba untuk melakukan penyimpangan tersebut, sehingga menjadi pelaku perilaku menyimpang.
b. Teori Labelling
Teori ini dikemukakan oleh Edwin M. Lemert . Menurut teori ini, seseorang menjadi penyimpang karena proses labelling yang diberikan masyarakat kepadanya. Maksudnya adalah pemberian julukan atau cap yang biasanya negatif kepada seseorang yang telah melakukan penyimpangan primer (primary deviation ) misalnya pencuri, penipu, pemerkosa, pemabuk, dan sebagainya. Sebagai tanggapan terhadap cap itu, si pelaku penyimpangan kemudian mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangannya sehingga terjadi dengan penyimpangan sekunder ( secondary deviation) . Alasannya adalah sudah terlanjur basah atau kepalang tanggung.
c. Teori Fungsi
Teori ini dikemukakan oleh Emile Durkheim . Menurut teori ini, keseragaman dalam kesadaran moral semua anggota masyarakat tidak dimungkinkan karena setiap individu berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu antara lain dipengaruhi oleh faktor lingkungan, fisik, dan keturunan. Oleh karena itu dalam suatu masyarakat orang yang berwatak jahat akan selalu ada, dan kejahatanpun juga akan selalu ada. Durkheim bahkan berpandangan bahwa kejahatan perlu bagi masyarakat, karena dengan adanya kejahatan, maka moralitas dan hukum dapat berkembang secara normal.
d. Teori Konflik
Teori ini dikembangkan oleh penganut Teori Konflik Karl Marx . Para penganut teori ini berpandangan bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme. Sehingga perilaku menyimpang diciptakan oleh kelompokkelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Pandangan ini juga mengatakan bahwa hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa dan sistem peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka.
e. Teori Tipologi Adaptasi
Dengan menggunakan teori ini, Robert K. Merton mencoba menjelaskan penyimpangan melalui struktur sosial. Menurut teori ini, struktur sosial bukan hanya menghasilkan perilaku yang konformis saja, tetapi juga menghasilkan perilaku menyimpang. Dalam struktur sosial dijumpai tujuan atau kepentingan, di mana tujuan tersebut adalah halhal yang pantas dan baik. Selain itu, diatur juga cara untuk meraih tujuan tersebut. Apabila tidak ada kaitan antara tujuan (cita-cita) yang ditetapkan dengan cara untuk mencapainya, maka akan terjadi penyimpangan.
Dalam hal ini Merton mengemukakan tipologi cara-cara adaptasi terhadap situasi, yaitu konformitas, inovasi, ritualisme, pengasingan diri, dan pemberontakan (keempat yang terakhir merupakan perilaku menyimpang). Perhatikan tabel di bawah ini.
1. Konformitas ( conformity ) , merupakan cara adaptasi dimana pelaku mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan oleh masyarakat. Misalnya Gaelan belajar dengan sungguh-sungguh agar nilai ulangannya bagus.
2. Inovasi ( inovation ), terjadi apabila seseorang menerima tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang diidamkan masyarakat, tetapi menolak norma dan kaidah yang berlaku. Misalnya untuk memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), Arif tidak mengikuti ujian, melainkan melalui calo.
3. Ritualisme ( ritualism ), terjadi apabila seseorang menerima cara-cara yang diperkenankan secara kultural, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaan. Misalnya, walaupun tidak mempunyai keahlian atau keterampilan di bidang komputer, Mita berusaha untuk mendapatkan
ijazah itu agar diterima kerja di perusahaan asing.
4. Pengasingan diri ( retreatism ), timbul apabila seseorang menolak tujuan-tujuan yang disetujui maupun cara-cara pencapaian tujuan tersebut. Dengan kata lain, pengasingan diri terjadi apabila nilai-nilai sosial budaya yang berlaku tidak dapat dicapai melalui cara-cara yang telah ditetapkan. Misalnya tindakan siswa yang membakar gedung sekolahnya karena tidak lulus Ujian Akhir Nasional.
5. Pemberontakan ( rebellion ), terjadi apabila seseorang menolak sarana maupun tujuan yang disahkan oleh kebudayaan dan menggantikannya dengan yang lain. Misalnya pemberontakan G 30S/PKI yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.