MACAM – MACAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN
Ada
beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar
mengajar, antara lain :
1. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan
konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui
kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar
mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi
target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk
memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran
lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk
merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan –
memberdayakan siswa, bukan mengajar
Borko dan Putnam mengemukakan bahwa
dalam pembelajaran kontekstual,
guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa
dengan cara mengaitkan
pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana
anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya
(http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan,
nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari
dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8).
Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada
pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas
saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam
kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat
luas.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru
adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan
dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas
sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu
yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil
“menemukan sendiri” dan bukan dari “apa kata guru.
Penggunaan pembelajaran kontekstual
memiliki potensi tidak hanya untuk
mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses,
tetapi juga untuk
mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam
memecahkan masalah
yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui
interaksi dengan sesama
teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga
juga mengembangkan
ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum,
2002:6). Lebih lanjut Schaible,
Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan
bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya
dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu
mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang
penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah.
2. Pendekatan Konstruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan
berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan
tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey
(1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan
Nik Aziz (1999) kelebihan teori
konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif
melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan
pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran
terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme,
konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan
berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan
Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur
kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia
ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu,
konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman
baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang
juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan
analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne,
Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan
menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali
sebagai parcing.
Pendekatan
konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar
digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang
dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini,
pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut
dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan
pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan
signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan
tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel
(2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan
konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan
pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan.
3. Pendekatan Deduktif – Induktif
a. Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif ditandai dengan
pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran.
Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran
akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya
dan konsep dasarnya(Suwarna,2005).
b. Pendekatan Induktif
Ciri uatama pendekatan induktif dalam
pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk
memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau
dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan.
Prince dan Felder (2006) menyatakan
pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif,
memulai dengan teori-teori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan
teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan
kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit
memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan
dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan
pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan
Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya
adalah: ”All new learning involves transfer of information based on previous
learning”, artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi
berbasis pembelajaran sebelumnya.
Major (2006) menyatakan dalam
pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi
atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan
pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa
tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa
tentang definisi yang disampaikan.
Alternatif pendekatan pembelajaran
lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan
induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya
pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis
proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran
dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal
khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah
konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan
prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri.
Major
(2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk
mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan
contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa
melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau
geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi,
tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa
yang diamati.
Dalam fase pendekatan induktif-deduktif
ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada
dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode
induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika
sebagai “ilmu” hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara
sederhana dapat dikatakan pemikiran “yang berpangkal dari hal yang bersifat
umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus” Soedjadi (2000:
16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan
dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan
secara bergantian.
4. Pendekatan Konsep dan Proses
a. Pendekatan Konsep
Pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu
bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses
pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus.
Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami konsep.
b. Pendekatan Proses
Pada
pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan
siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan,
menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan
dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut
keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar.
Dalam
pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap
proses yang berlangsung dalam pendidikan. Pertama, proses mengalami. Pendidikan
harus sungguh menjadi suatu pengalaman pribadi bagi peserta didik. Dengan
proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi bagian integral dari diri
peserta didik; bukan lagi potongan-potongan pengalaman yang disodorkan untuk
diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri. Dengan demikian, pendidikan
mengejawantah dalam diri peserta didik dalam setiap proses pendidikan yang
dialaminya
5. Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat
National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1)memandang STM sebagai the teaching and
learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang
sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman
manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan
kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses
sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN
STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach
whichreflects the widespread realization that in order to meet the
increasingdemands of a technical society, education must integrate
acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan
STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin
(ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains,
teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap
hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains
dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting
dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini.
Pandangan tersebut senada dengan
pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an
interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many
ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and
how such factors shape science and technology. STM dengandemikian adalah
sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan
teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan
bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi.
Hasil penelitian dari National Science
Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa
pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa
perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada
aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan
konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai
fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat.
Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup
juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah
yang ditemukan sehari – hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah –
langkah
(ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
Sumber :
Abdul Rahim Rashid. (1998). Ilmu
Sejarah: Teori dan amalan dalam pengajaran A
dan pembelajaran Sejarah. Kertas kerja
yang dibentangkan dalam Simposium Sejarah, Universiti Malaya, Kuala
Lumpur, 30–31 Oktober.
Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan
Hidup (Life Skill Education). Bandung: Penerbit Alfabeta.
Ausubel, D. P. (1963). The
psychology of meaningful verbal learning. New York: A Grune & Stratton
Inc.
Bybee, R. W. (1993). Leadership,
responsibility and reform in science education. BScience Educator, 2,1–9.
Depdiknas. (2002). Pengembangan
Pelaksanaan Broad-Based Education, High- Based Education, dan Life Skills di
SMU. Jakarta: Depdiknas.
Firdaus M Yunus. (2004). Pendidikan
Berbasis Realitas Sosial, Paulo freire-Y.B
Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka
(http.//www.contextual.org.id)
(ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/).
IOWA State University. (2003). Incorporating
Developmentally Appropriate
Learning Opportunities to Assess Impact
of Life Skill Development.
Lifeskills4kids. (2000). Introduction
& F.A.Q.
Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Lee, Kwuang-wu. 2000. English
Teachers’ Barriers to the Use of Computer
assisted Language Learning. The Internet TESL Journal, Vol. VI, No. 12,
December 2000.
http:/www..aitech.ac.jp/~iteslj/
(Frequently Asked Questions). kdavis@LifeSkills4Kids.com
Suhandoyo (1993). Upaya Meningkatkan
Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui
Interaksi Positif dengan Lingkungan. Yogyakarta: PPM IKIP Yogyakarta.
Supriyadi. (1999). Buku Pegangan
Perkuliahan Teknologi Pengajaran Fisika.
Yogyakarta: Jurdik Fisika FMIPA UNY
Suyoso. (2001). Ilmu Alamiah Dasar. Yogyakarta:
Trowbidge dan Byebee. (1986). Becoming
a Secondary school science Teacher.
London: Merill Publishing Company.
Utah State Board of Education. (2001).
Life Skills. www.caseylifeskills.org
Rusmansyah.(2000). Prospek Penerapan
Pendekatan Sains-Teknologi-
Masyarakat (STM) dalam pembelajaran Kimia
di Kalimantan Selatan.
Teori pembelajaran dan pengajaran
Daripada Wikipedia, ensiklopedia bebas.
Tugas utama seorang pengajar atau guru adalah untuk memudahkan pembelajaran para pelajar. Untuk memenuhi tugas
ini, pengajar atau guru bukan sahaja harus dapat menyediakan
suasana pembelajaran yang menarik dan harmonis, tetapi mereka juga menciptakan
pengajaran yang berkesan. Ini bermakna guru perlu mewujudkan suasana
pembelajaran yang dapat meransangkan minat pelajar di samping sentiasa
memikirkan kebajikan dan keperluan pelajar.
Dalam sesi pembelajaran, guru kerap berhadapan dengan pelajar yang berbeza
dari segi kebolehan mereka. Hal ini memerlukan kepakaran guru dalam menentukan
strategi pengajaran dan pembelajaran. Ini bermakna, guru boleh menentukan
pendekatan, memilih kaedah dan menetapkan teknik-teknik tertentu yang sesuai
dengan perkembangan dan kebolehan pelajar. Strategi yang dipilih itu, selain
berpotensi memeransangkan pelajar belajar secara aktif, ia juga harus mampu
membantu menganalisis konsep atau idea dan berupaya menarik hati pelajar serta
dapat menghasilkan pembelajaran yang bermakna.
Perlunya guru menarik perhatian pelajar dalam sesuatu pengajaran,
aktiviti-aktiviti yang dipilih hendaklah yang menarik dan mempunyai potensi
yang tinggi untuk membolehkan isi pelajaran dan konsep-konsep yang
diterjemahkan secara jelas. Aktiviti harus boleh mempengaruhi intelek, emosi
dan minat pelajar secara berkesan.
Dalam merancang persediaan mengajar, aktiviti-aktiviti yang dipilih perlu
mempunyai urutan yang baik. Ia perlu diselaraskan dengan isi kemahiran dan
objektif pengajaran. Lazimnya aktiviti yang dipilih itu adalah gerak kerja yang
mampu memberi sepenuh pengaruh terhadap perhatian, berupaya meningkatkan kesan
terhadap intelek, ingatan, emosi, minat dan kecenderungan serta mampu membantu
guru untuk menjelaskan pengajarannya.
Dalam merancang aktiviti mengajar yang berkesan dan bermakna kepada para
pelajar, guru haruslah memikirkan terlebih dahulu tentang kaedah dan teknik
yang akan digunakan. Pemilihan strategi secara bijaksana mampu menjamin
kelicinan serta keberkesanan penyampaian sesuatu subjek atau modul.
Di antara kaedah dan teknik yang boleh digunakan oleh guru ialah :
§
Kaedah sumbang saran
§
Kaedah tunjuk cara (demonstrasi)
§
Simulasi atau kaedah pengajaran kumpulan
§
Kaedah perbincangan atau kaedah penyelesaian masalah
§
Kaedah oudioligual
§
Kaedah kodkognetif
§
Kaedah projek
Penggunaan kaedah dan teknik yang pelbagai akan menjadikan sesuatu
pengajaran itu menarik dan akan memberi ruang untuk membolehkan pelajar
terlibat secara aktif dan bergiat sepanjang sesi pengajaran tanpa merasa jemu
dan bosan. Dalam pengajaran dan pembelajaran, terdapat beberapa kaedah dan
teknik yang berkesan boleh digunakan oleh guru. Oleh yang demikian pemilihan
terhap kaedah dan teknik pelulah dilakukan secara berhati-hati supaya cara-cara
ini tidak menghalang guru melaksanakan proses pembentukan konsep-konsep secara
mudah dan berkesan. Kaedah projek yang diasaskan oelh John Deney misalnya,
menggalakkan pelajar mempelajari sesuatu melalui pengalaman, permerhatian dan
percubaan. Pelajar merasa seronok menjalankan ujikaji aktiviti lain yang
dilakukan dalam situasi sebenar dan bermakna. Biasanya kaedah ini memberi
peluang kepada pelajar menggunakan kemudahan alat deria mereka untuk membuat
pengamatan dan penanggapan secara berkesan. Dari segi penggunaan teknik pula,
guru boleh menggunakan apa sahaja teknik yang difikirkan sesuai sama ada teknik
menerang, teknik mengkaji, teknik penyelesaian mudah, teknik bercerita dan
teknik perbincangan. Penggunaan contoh-contoh adalah asas dalam pengajaran dan
pembelajaran. Hal ini kerana ia dapat melahirkan pemikiran yang jelas dan
berkesan. Biasanya seorang guru menerangkan idea-idea yang komplek kepada
sekumpulan pelajar, guru itu dikehendaki memberi contoh-contoh dan iluktrasi.
Idea yang abstrak, konsep-konsep yang baru dan susah, lebih mudah difahami
apabila guru menggunakan contoh-contoh dengan ilutrasi yang mudah dan konkrit.
Misalnya, dalam bentuk lisan iaitu dengan mengemukakan analogi, bercerita,
mengemukakan metafora dan sebagainya. Contoh-contoh boleh juga boleh
ditunjukkan dalam bentuk visual, lakaran, ilustrasi dan lain-lain.
3. Memory
§
Address three pressing problem you have faced in your
class and solve these problem based on what you now know about Memory.
Kesediaan belajar antara seorang individu dengan seorang individu yang lain
biasnya tidak setara. Ini kerana tahap atau proses pertumbuhan atau
perkembangan mereka tidak sama dan searah. Walaupun terdapat semacam satu
kecenderungan yang sama dalam pertumbuhan mereka tetapi fizikal, mental, emosi
dan social mereka tetap berbeza. Biasanya hal-hal seperti inilah yang banyak
menimbulkan masalah kepada guru, sama ada pada peringkat kesediaan perancangan
atau pada peringkat melaksanakan pelajaran mereka. Masalah perbezaan kesediaan
belajar boleh dikaitkan daripada tiga sudut pandangan dari segi kematangan a.
kematangan fizikal b. kematangan intelek c. kematangan emosi
a. Kematangan fizikal Pekembangan pada fizikal manusia pada amnya,
menunjukkan kecekalan yang tinggi. Namun begitu, perbezaan yang besar antara
mereka. Guru-guru perlu berhati-hati terhadap perbezaan yang wujud di kalangan
pelajar. Dalam konteks kesediaan belajar, perhatian terhadap corak pertumbuhan
dan perkembangan fizikal seperti ini adalah amat penting. Pengetahuan tentang
apa yang dijangkakan akan berlaku dalam pertumbuhan perkembangan normal
berupaya membantu guru menyediakan asas pembelajaran. Perkembangan teknik dan
kaedah pengajaran dan penggunaan alat Bantu mengajar. Jika berlaku penyimpangan
terhadap cirri-ciri yang normal di kalangan pelajar, guru harus mampu
menghadapinya. Guru sepatutnya boleh membuat apa sahaja penyesuaian yang
berfaedah. Tindakan berhati-hati daripada guru ini boleh memajukan lagi
perkembangan potensi semula jadi pelajar.
b. Kematangan intelek (mentel) Kebolehan mental ditakrifkan sebagai
kebolehan mentafsir deria (persepsi), kebolehan membina bahan-bahan yang tidak
ada pada deria (imagenasi), kobolehan untuk mengingati kembali apa yang telah
dialami (ingatan) dan kebolehan meneruskan kesimpulan tentang hal-hal yang
diprolehi daripada pengalaman ataupun yang abstrak. Kematangan intelek tidak
mempunyai hadnya. Biasanya, ia menunjukkan kemajuan, iaitu bermula daripada
kegiatan mental yang paling mudah bergerak kepada proses mental yang lebih
kompleks. Pertumbuhan inteleks seseorang itu dapat ditentukan pada tahapsejauh
manakah kemajuan itu berada. Dalam hubungannya dengan kesediaan belajar,
perubahan-perubahan perkembangan dalam keupayaan intelek seperti ini patutlah
diberi perhatian. Walaupun perkembangan intelek itu merupakan proses yang
berlaku secara berperingkat-peringkat dan berterusan, namun proses ini tidak
sama bagi semua pelajar. Memang terdapat kecenderungan am yang sama dalam
kalangan mereka yang sedang menjelani proses kematangan tetapi kadar
pertumbuhan adalah berbeza-beza. Oleh yang demikian, mereka yang
bertanggungjawabdengan pembelajaran dan pengajaran perlulah mengambil kira
perbezaan-perbezaan ini dan memikirkan dengan teliti fakta ini sebelum
merancang dan seterusnya melaksanakan tugas mereka dalam kelas.
c. Kematangan Emosi Emosi menggambarkan satu kaedaan yang dikaitkan oleh
dorangan-dorongan melalui satu cara tertentu. Ia melibatkan gangguan dalaman
yang meluas dan mengandungi nada perbezaan atau berbagai-bagai darjah kepuasan
dan gangguan . Ahli-ahli psikologi dan fisiologi sependapat bahawa emosi
melibatkan perasaan, gerak hati dan tindak balas fisiologi. GGGerak hati atau
desakan dalaman yang mengarahkan sesuatu jenis pelakuan mungkin terjadi dalam
perbagai gabungan dan peringkat, secara umum, emosi dapat diertikan sebagai
suatu pengalaman yang penuh perasaan, yang melibatkan penyalarasan dalaman
secara am dengan keadaan mental dan fisiologi yang bergerak dalam diri individu
dan kemudiannya diperlihatkan dalam bentuk tingkah laku yang nyata. 4.
Metacognition - What is your reaction to the video on metacognition? - Explain
in your own words three or more benefits of applying metacognition in your
classes AND - How would you apply metagnition in your classes?
Metacognition dapatlah ditafsir sebagai elemen yang mempunyai kaitan rapat
dengan kesedaran tentang proses yang dilaksnankan secara berfikir. Menurut
Bronw (1980) metacognition’ adalah merupakan ilmu pengetahuan atau kesedaran
yang terdapat kepada seseorang yang membolehkannya. Gadner (1992) berpendapat
kebolehan mengawal proses berfikir ini adalah dipengaruhi oleh umur dan
pengalaman seseorang. Seorang pelajar lebih tua dari segi umur dan tinggi dari
aspek persekolahan boleh menyedari, mengawal dan mengamalkan starategi berfikir
berhubung dengan satu-satu masalah lebih baik daripada pelajar yang muda dan
rendah tahap persekolahannya. Boyer dalam model ‘ Functional Thinking’ nya
menyatakan lebih jelas bahawa ‘ Metacognition adalah merangkumi kebolehan
seseorang, merancang (planning), memantau (monitoring). Dan menilai (assessing)
satu-satunya keputusan atau idea yang hendak diutarakan “Boyer menjelaskan
bahawa ‘metacognatinion’ terletak di luar kebolehan berfikir (cognition) itu
sendiri. Menurutnya “ Metacognative operations are applied to the strategies
and skill used to produce meaning rather then diretctly to data and experience.
Metacognation seeks to control these meaning-making aperations by which one
seeks to make meaning”. Dengan ini ini metacognition dapatlah disimpulkan
sebagai kebolehan seseorang dalam mengaplikasikan startegi yang betul dalam
proses melahirkan idea tetapi bukannya buah fikiran yang dilahirkan atau bukan
hasil sebenar berfikit itu sendiri. Seseorang yang ingin menyelesaikan satu
masalah ekonominya terpaksa mengalami proses merancang , memantau, menilai
keputusan yang akan dibuat. Proses merancang, memantau dan menilai ini ada
kaitan langsung dengan keputusan yang akan dibuat atau diambil dalam
penyelasaian masalah tersebut.
Terdapat kebaikkan dalam mengaplikasikan Matacognitive: 1. Kaedah
perbincangan Dalam aktiviti pengajaran dan pembelajaran di dalam kelas terdapat
banyak topic sesuai disampaikan melalui sesi perbincangan khasnya bagi kursus
bahasa. Di antara topik-topik yang sesuai dibincangkan topic isu semasa,
program pelajar dan sebagainya. Kaedah ini melibatkan aktiviti perbualan di
antara guru dan pelajar-pelajar dalam kelas atau satu jenis aktiviti
pembelajaran secara bertukar-tukar fikiran atau idea serta berkongsi maklumat
tentang sesuatu perkara. Para pelajar harus diberitahu cara-cara dan
peraturan-peraturan perbincangan terlebih dahulu. Ini bertujuaan agar aktiviti
perbincangan lancer, teratur dan tidak terpesong daripada tujuan. Pada akhir
perbincangan, idea-idea haruslah dirumuskan. Rumusan ini kan digunakan untuk
membuat ulasan perbincangan.
2. Proses pembelajaran melalui proses pemerhatian dan pemodelan Bandura
(1986) mengenal pasti empat unsure utama dalam proses pembelajaran melalui
pemerhatian atau pemodelan, iaitu pemerhatian (attention), mengingati
(retention), re,produksi (reproduction), dan penangguhan (re inforcement)
motivasi (motivion). Implikasi daripada kaedah ini keberkesanan pembelajaran
dan pengajaran dapat dicapai melalui beberapa cara yang berikut: • Penyampaian
harus cekap dan menarik • Demonstasi guru hendaklah jelas, menarik, mudah dan
tepat • Hasilan guru atau contoh-contoh seperti ditunjukkan hendaklah mempunyai
mutu yang tinggi
3. Pembelajaran, ingatan, dan lupaan Pembelajaran merupakan sesuatu proses
psikologikal dalaman. Sama ada ia belaku tidak akan dapat diperhatikan atau
diukur secara langsung. Apa yang kita ukur ialah ingatan selepas pembelajaran
sahaja. Oleh itu, ingatan hanya boleh dianggap gambaran atau praktikal
pembelajaran. Walaupun, ingatan boleh mewakili pembelajaran, kualiti ingatan
dan lupaan ialah tiga proses yang saling berkaitan serta saling berpengaruhi
antara satu sama lain. Berikut mengilustrasikan secara ringkas
peringkat-peringkat perkaitan pembelajaran, ingatan dan lupaan. Rajah 1: peringkat-peringkat
perkaitan pembelajaran, ingatan dan lupaan.
Berdasarkan huraian-huraian pengertian ingatan di atas maka bolehlah
dirumuskan bahawa ingatan merupakan proses kebolehan manusia untuk menerima
maklumat, memproses dan menyimpanya dalam otak, kemudian mengeluarkannya ketika
perlu.
Berdasarkan daripada tiga kaedah penyampaian yang digunakan tadi, proses
pembelajaran dan pengajaran yang dilaksanakan akan lebih terancang dan
berkesan.
Apabila guru menggunakan kaedah ini untuk proses pengajaran dan
pembelajaran secara tidak lansung akan meningkatkan kemahiran pelajar dalam
pangajaran dan pembelajaran.
Dalam suasana pengajaran dan pembelajaran, kemahiran-kemahiran bermaksud
seseorang itu terlatih dan mempunyai pengalaman yang tinggi serta mendalam. Dalam
proses pengajaran dan pembelajaran kebolehan menguasai kemahiran tertentu harus
ditegaskan oleh guru, terutama kemahiran asas seperti menyelesaikan masalah,
kemahiran berfikir secara kritis dan kreatif, kemahiran mendengar, bertutur,
kemahiran membaca dan menulis dan sebagainya. Apabila pelajar menguasai
kemahiran asas ini akan dapat membantu pelajar tersebut menguasai bidang-bidang
ilmu yang lain dengan lebih mudah.