Eksistensi
Kapitalisme masyarakat Indonesia
Kajian
sosiologi komunikasi
O
L
E
H
MUZAKKI, S.Pd
NIM:11B02020
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Negara berkembang sebagai indicator dari Negara kalapitalisme
untuk mengubah prilaku, tingkah laku masyarakat agar mengikuti arus globalisasi
yang dibuat oleh mereka, baik dari ekonomi, sisoal, budaya, bahkan politik dan
lain sebagai, dimana dari segi social masyarakt sudah dipengaruhi dengan
eksistensinya kapitalisme seperti prubahan tingkah laku dalam dunia
pembangunan, sedangkan dari segi budaya
Negara berkembang sudah kehilangan control untuk melestariakan budaya nenek
moyang mereka akibat datangnya arus globalisasi yang melanda, oleh karena itu
maka, komunikasi Negara barat sudah semaksimal mungkin mempengaruhi
negara-negara berkembang, segi ekonomi negara kapitalisme membuat control agar
masyarakat negara berkembang Menerim eksistensi IMF, (WTO)
sebagai penggerak untuk mengatur
perekonomian dunia, politik negara maju Hubungan dan politik luar negeri
Indonesia dipengaruhi oleh dinamika yang terjadi di dalam negeri dan di luar
negeri.
Kinerja hubungan dan politik luar negeri akan
bergantung pada realitas politik di dalam negeri yang secara langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi
diplomasi sebagai manifestasi politik luar negeri. Sebaliknya, pelaksanaan politik luar negeri
dipengaruhi juga oleh dinamika perubahan
yang mendasar dalam tata hubungan internasional, baik di tingkat
regional maupun internasional.
Hubungan luar negeri Indonesia di masa yang akan
datang diharapkan dapat dilaksanakan secara proaktif bagi tercapainya
kepentingan nasional secara optimal dengan mengutamakan prinsip-prinsip
perdamaian, kemerdekaan, dan keadilan sosial di antara bangsa-bangsa di dunia. Dalam melaksanakan hubungan luar
negeri, Indonesia menerapkan empat program, yaitu Program Penguatan Politik
Luar Negeri dan Diplomasi; Program Peningkatan Kerja Sama Ekonomi Luar Negeri; Program Perluasan
Perjanjian Ekstradisi; serta Program Peningkatan Kerja Sama Bilateral,
Regional, dan Global/Multilateral.
Sasaran program ini adalah terpenuhinya kebutuhan
informasi masyarakat secara optimal dengan kemampuan untuk menjangkau semua
jenis media informasi yang ada. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah membuka
kesempatan yang luas bagi semua pihak untuk menumbuh kembangkan pusat-pusat
informasi yang dapat mendukung terselenggaranya komunikasi dua arah secara
transparan membangun jaringan komunikasi dan informasi antarpusat, pusat dan
daerah dan antar daerah, serta ke
mancanegara untuk memperjuangkan kepentingan nasional.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Melihat latar belakang diatas maka terdapat rumusan
masalah yang harus diselesikan yaitu: Bagaimana Kajian Sosiologi Kominikasi Pembanguan?
C. TUJUAN
Untuk mengetahui kajian sosiologi komunikasi
pembanguan dalam eksistensi kapitalisme masyarakat Indonesia.
BABA
II
LANADASAN
TEORI
A.
KONSEP-KONSEP
KOMUNIKASI PEMBANGUNAN
1. Komunikasi
Pembangunan
Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang
saling berhubungan sangat erat. Kedudukan komunikasi dalam konteks pembangunan
adalah
“ As an integral part of development, and
communication as a set of variables instrumental in bringing about development
“ ( Roy dalam Jayaweera dan Anumagama, 1987 ).
Siebert, Peterson dan Schramm (1956) menyatakan
bahwa dalam mempelajari sistem komunikasi manusia, seseorang
harus memperhatikan beberapa kepercayaan dan asumsi dasar yang dianut suatu masyarakat
tentang asal usul manusia, masyarakat
dan negara. Strategi pembangunan menentukan strategi komunikasi, maka makna
komunikasi pembangunan pun bergantung pada modal atau paradigma
pembangunan yang dipilih oleh suatu negara. Peranan
komunikasi pembangunan telah banyak dibicarakan oleh para ahli, pada umumnya
mereka sepakat bahwa komunikasi mempunyai andil penting dalam pembangunan. Everett M. Rogers (1985)
menyatakan bahwa, secara sederhana
Pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju
suatu sistem sosial dan ekonomi yang
diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Pada bagian lain Rogers menyatakan bahwa komunikasi merupakan
dasar dari perubahan sosial. Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan
tentunya perubahan ke arah yang lebih baik atau lebih maju keadaan sebelumnya.
Oleh karena itu peranan komunikasi dalam
pembangunan harus dikaitkan dengan arah perubahan tersebut. Artinya kegiatan
komunikasi harus mampu mengantisipasi gerak pembangunan.
Dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan proses,
yang penekanannya pada keselarasan
antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Jika dilihat dari segi
ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses penyampaian
pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan
perilakunya. Dengan demikian pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga
komponen, yakni komunikator pembangunan, bisa aparat pemerintah ataupun
masyarakat, pesan pembangunan yang berisi ide-ide atau pun program-program pembangunan,
dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota
yang menjadi sasaran pembangunan.
Dengan demikian pembangunan di Indonesia adalah
rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia,
harus bersifat pragmatik yaitu suatu pola yang membangkitkan inovasi agi masa
kini dan yang akan datang. Dalam hal ini tentunya fungsi komunikasi harus
berada di garis depan untuk merubah sikap dan perilaku manusia Indonesia
sebagai pemeran utama pembangunan, baik sebagai subjek maupun sebagai objek
pembangunan.
Berdasarkan pengamatan terhadap perkembangan konsep
komunikasi pembangunan, maka dapat dilihat dalam arti luas dan terbatas. Dalam
arti luas, komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai
suatu aktivitas pertukaran pesan secara
timbal balik di antara masyarakat dengan pemerintah, dimulai dari proses
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan.
Sedangkan dalam arti terbatas, komunikasi
pembangunan merupakan segala upaya dan cara serta teknik penyampaian gagasan
dan ketrampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai
pembangunan dan diwujudkan pada masyarakat yang menjadi sasaran dapat memahami,
menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan.
2.
Strategi Komunikasi
Rogers (1976) mengatakan komunikasi tetap dianggap
sebagai perpanjangan tangan para perencana pemerintah, dan fungsi utamanya
adalah untuk mendapatkan dukungan masyarakat dan partisipasi mereka dalam
pelaksanaan rencana-rencana pembangunan. Dari pendapat Rogers ini jelas bahwa
setiap pembangunan dalam suatu bangsa memegang peranan penting. Dan karenanya
pemerintah dalam melancarkan komunikasinya perlu memperhatikan strategi apa
yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan sehingga efek yang diharapkan itu
sesuai dengan harapan.
Para ahli komunikasi terutama di negara-negara
berkembang mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap strategi komunikasi
dalam hubungannya dengan penggiatan pembangunan nasional di negara-negara
masing-masing. Fokus perhatian ahli komunikasi ini memang penting karena
efektivitas komunikasi bergantung pada strategi komunikasi yang digunakan.
Effendy (1993) mengatakan strategi baik secara makro (planned multimedia
strategy) mempunyai fungsi ganda yaitu :
1. Menyebarluaskan
pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif, dan instruktif secara
sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal.
2. Menjembatani
”cultural gap” akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya
media massa yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai
budaya.
Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan
(planning) dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai
tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang menunjukkan
arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Dengan
demikian strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan komunikasi
(communication management) untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan
tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya
secara taktis harus dilakukan, dalam arti bahwa pendekatan (approach) bisa
berbeda tergantung pada situasi dan kondisi. Setiap strategi dalam bidang apa
pun harus didukung oleh teori, demikian juga dalam strategi komunikasi. Teori
merupakan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman yang telah diuji
kebenarannya. Untuk strategi komunikasi, teori yang barangkali tepat untuk
dijadikan sebagai ”pisau analisis” adalah paradigma yang dikemukakan oleh
Harold D. Lasswell. Untuk mantapnya strategi komunikasi, maka segala sesuatunya
harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap
pertanyaan yang dirumuskan, yaitu who
says what in which channel to whom with
what effect. Rumus di atas tampaknya sederhana, tetapi jika dikaji
lebih jauh, pertanyaan ”efek apa yang diharapkan” secara implisit
mengandung pertanyaan lain yang perlu
dijawab dengan seksama, yaitu :
1. When
( Kapan dilaksanakannya).
2. How
( Bagaimana melaksanakannya).
3. Why
( Mengapa dilaksanakan demikian).
Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi
komunikasi sangat penting, karena pendekatan (approach) terhadap efek yang
diharapkan dari suatu kegiatan komunikasi.
Dalam strategi komunikasi peranan komunikator
sangatlah penting. Dalam hal ini ada beberapa aspek yang harus diperhatikan.
Para ahli komunikasi cenderung sependapat bahwa dalam melancarkan komunikasi
lebih baik mempergunakan pendekatan yang disebut A-A Procedure atau from Attention to Action Procedure. A-A Procedure
adalah penyederhanaan dari suatu proses yang disingkat AIDDA (Attention, Interest, Desire, Decision,
Action).
Jadi proses perubahan sebagai efek komunikasi
melalui tahapan yang dimulai dengan membangkitkan perhatian. Apabila
perhatian komunikan telah terbangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya
menumbuhkan minat, yang merupakan derajat yang lebih tinggi dari perhatian.
Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat untuk melakukan
suatu kegiatan yang diharapkan komunikator. Hanya ada hasrat saja pada diri
komunikan, bagi komunikator belum berarti apa-apa sebab harus dilanjutkan
dengan datangnya keputusan, yakni keputusan untuk melakukan tindakan. Selain melalui pendekatan di atas, maka
seseorang komunikator harus mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan
sikap, pendapat, dan tingkah laku apabila dirinya terdapat faktor-faktor
kredibilitas dan attractiveness.
Rogers (1983) mengatakan kredibilitas adalah tingkat
di mana komunikator dipersepsi sebagai suatu kepercayaan dan kemampuan oleh
penerima. Hovland (dalam Krech, 1982) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
pesan yang disampaikan oleh komunikator yang tingkat kredibilitasnya tinggi
akan lebih benyak memberi pengaruh kepada perubahan sikap dalam penerimaan
pesan daripada jika disampaikan oleh komunikator yang tingkat kredibilitasnya
rendah.
Rakhmat (1989) mengatakan dalam berkomunikasi yang
berpengaruh terhadap komunikan bukan hanya apa yang disampaikan, tetapi juga
keadaan komunikator secara keseluruhan. Jadi ketika suatu pesan disampaikan,
komunikan tidak hanya mendengarkan apa yang dikatakan tetapi ia juga
memperhatikan siapa yang mengatakan.
Tan (1981) mengatakan kredibilitas sumber terdiri
dari dua unsur, yaitu keahlian dan kepercayaan. Keahlian diukur dengan
sejauhmana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban yang benar,
sedangkan kepercayaan dioperasionalisasikan sebagai persepsi komunikan tentang
sejauhmana komunikator bersikap tidak memihak dalam penyampaian pesan.
Dari variabel
kredibilitas dapat ditentukan
dimensi-dimensinya yaitu : keahlian komunikator (kemampuan, kecerdasan,
pengalaman, pengetahuan, dan lain sebgainya) dan kepercayaan komunikator
(kejujuran, keikhlasan, keadilan, dan sebagainya). Demikan juga mengenai daya
tarik adalah berkenaan dengan tingkat mana penerima melihat sumber sebagai
seorang yang disenangi dalam bentuk peranan hubungannya yang memuaskan.
Effendy (1983) mengatakan daya tarik adalah
komunikator yang dapat menyamakan dirinya dengan orang lain, apakah idiologi,
perasaan, dsb. Demikian juga Tan (1981) mengatakan daya tarik adalah diukur
dengan kesamaan, familiaritas, dan kesukaan. Kesamaan meliputi pandangan,
wawasan, ide, atau gagasan. Familiaritas meliputi empati, simpati, dan
kedewasaan.
Kesukaan meliputi frekuensi, ketepatan, keteladanan,dan
kesopanan. Demikian mengenai faktor-faktor yang penting dimiliki oleh
komunikator agar komunikasi yang dilancarkan dapat merubah sikap, pendapat, dan
tingkah laku komunikan.Dalam strategi komunikasi mengenai isi pesan tentu
sangat menentukan efektivitas komunikasi.
Wilbur Schramm (dalam Effendy, 1981) mengatakan
bahwa agar komunikasi yang dilancarkan dapat lebih efektif, maka pesan yang
disampaikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Pesan
harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik
perhatian sasaran dimaksud.
2. Pesan
harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara
sumber dan sasaran, sehingga sama-sama dapat dimengerti.
3. Pesan
harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran dan menyarankan beberapa
cara untuk memperoleh kebutuhan itu.
4. Pesan
harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak
bagi situasi kelompok di mana sasaran berada pada saat ia gerakkan untuk
memberikan tanggapan yang dikehendaki.
3Teori Difusi Inovasi
Teori ini dapat dikatagorikan ke dalam pengertian
peran komunikasi secara luas dalam merubah masyarakat melalui penyebarluasan
ide-ide dan hal-hal yang baru. Menurut Rogers dan Shoemaker (1971).
Studi difusi mengkaji pesan-pesan yang disampaikan
itu menyangkut hal-hal yang dianggap baru maka di pihak penerima akan timbul
suatu derajat resiko tertentu yang menyebabkan perilaku berbeda pada penerima
pesan. Pada masyarakat, khususnya di
negara berkembang penyebarluasan inovasi terjadi terus menerus dari satu tempat
ke tempat lain, dari bidang tertentu ke bidang lain.
Difusi inovasi sebagai gejala kemasyarakatan yang
berlangsung bersamaan dengan perubahan sosial yang terjadi, bahkan menyebabkan
suatu hubungan sebab-akibat. Penyebarluasan inovasi menyebabkan masyarakat
menjadi berubah, dan perubahan sosial pun meransang orang untuk menemukan dan
menyebarkan hal-hal yang baru.
Masuknya inovasi ke tengah-tengah sistem sosial
disebabkan terjadinya komunikasi antar anggota suatu masyarakat, antara satu
masyarakat dengan masyarakat lain. Dengan demikian komunikasi merupakan faktor
yang sangat penting untuk terjadinya perubahan sosial. Melalui saluran-saluran
komunikasilah terjadi pengenalan, pemahaman, dan penilaian yang kelak akan
menghasilkan penerimaan ataupun penolakan terhadap suatu inovasi.
Tetapi perlu diingat bahwa, tiddak semua masyarakat
dapat menerima begitu saja setiap adanya pembaharuan, diperlukan suatu proses yang
kadang-kadang menimbulkan pro dan kontra yang tercermin dalam berbagai sikap
dan tanggapan dari anggota masyarakat ketika proses yang dimaksud sedang
berlangsung di tengah-tengah mereka.
Dalam proses
penyebarluasan inovasi unsur-unsur utama, yaitu :
1. Adanya
suatu inovasi.
2. Yang
dikomunikasikan melalui saluran tertentu.
3. Dalam
suatu jangka waktu tertentu.
4. Di
antara para anggota suatu sistem sosial.
Berdasarkan
uraian di atas dapat dikatakan bahwa segala sesuatu, baik dalam bentuk ide,
cara-cara, ataupun objek yang dioperasikan oleh seseorang sebagai sesuatu yang
baru, maka dapat dikatakan sebagai suatu inovasi. Pengertian baru di sini
tidaklah semata-mata dalam ukuran waktu sejak ditemukannya atau pertama kali
digunakan inovasi tersebut. Dengan kata lain, jika suatu hal dipandang baru
bagi seseorang maka hal itu merupakan inovasi.
Havelock (1973) menyatakan bahwa, inovasi sebagai
segala perubahan yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat yang
mengalaminya. Selain itu perlu
diperhatikan pula bahwa pengertian baru suatu inovasi tidak harus sebagai
pengetahuan baru pula, sebab jika suatu inovasi telah diketahui oleh seseorang
untuk jangka waktu tertentu, tetapi individu itu belum memutuskan sikap apakah
menyukai atau tidak, atau pun belum menyatakan menerima atau menolak, maka
baginya hal itu tetap merupakan inovasi.
Jadi kebaruan inovasi tercermin dari pengetahuan,
sikap, atau pun putusan terhadap inovasi
yang bersangkutan. Dengan demikian bisa saja disebut sebagai inovasi bagi suatu
masyarakat, namun tidak lagi dirasakan sebagai hal baru oleh masyarakat
lain.
Suatu inovasi
biasanya terdiri dari dua komponen, yaitu komponen ide dan komponen objek (aspek material atau produk fisik dari
ide). Penerimaan terhadap suatu inovasi yang memiliki dua komponen tersebut,
memerlukan adopsi yang berupa tindakan, tetapi untuk inovasi yang hanya
mempunyai komponen ide saja, penerimaannya pada hakekatnya perlu merupakan
suatu putusan simbolik.
Pandangan masyarakat terhadap penyebarluasan inovasi
memiliki lima atribut yang menandai setiap gagasan atau cara baru, yaitu;
1. keuntungan
relatif
2. Keserasian
3. kerumitan,
4. dapat
dicobakan
5. dapat
dilihat. Kelima atribut di atas menentukan bagaimana tingkat penerimaan
terhadap suatu inovasi yang didifusikan di tengah-tengah masyarakat.
Penerimaan terhadap suatu inovasi oleh suatu
masyarakat tidaklah terjadi secara serempak tetapi berbeda-beda sesuai dengan
pengetahuannya dan kesiapan menerima hal-hal tersebut. Rogers dan Schoemaker
(1977) telah mengelompokkan masyarakat berdasarkan penerimaan terhadap inovasi
yaitu :
1. Inovator,
yaitu mereka yang pada dasarnya sudah menyenangi hal-hal yang baru dan sering
melakukan percobaan.
2. Penerima
dini, yaitu orang-orang yang berpengaruuh di sekelilingnya dan merupakan
orang-orang yang lebih maju dibandingkan
dengan orang-orang disekitarnya.
3. Mayoritas
dini, yaitu orang-orang yang menerima suatu inovasi selangkah lebih dahulu dari
orang lain.
4. Mayoritas
belakangan, yaitu orang-orang yang baru bersedia menerima suatu inovasi apabila menurut
penilaiannya semua orang di sekelilingnya sudah menerimanya.
5. Laggards,
yaitu lapisan yang paling akhir dalam menerima suatu inovasi.
Dalam penerimaan suatu inovasi biasanya seseorang
melalui sejumlah tahapan yang disebut tahapan putusan inovasi, yaitu :
1. Tahapan
pengetahuan, dalam tahap ini seseorang sadar dan tahu adanya inovasi.
2. Tahap
bujukan, yaitu seseorang sedang mempertimbangkan atau sedang membentuk sikap
terhadap inovasi yang telah diketahuinya.
3. Tahap
putusan, dalam tahap ini seseorang
membuat putusan menerima atau menolak inovasi tersebut.
4. Tahap
implementasi, dalam tahap ini seseorang melaksanakan keputusan yang telah
dibuatnya.
5. Tahap
pemastian, yaitu dimana seseorang memastikan atau mengkonfirmasikan putusan
yang telah diambilnya itu.
Dalam pengertian
terbatas, komunikasi pembangunan merupakan serangkaian usaha
mengkomunikasikan program-program pembangunan kepada masyarakat supaya mereka
ikut serta dan memperoleh manfaat dari kegiatan pembangunan tersebut. Suatu
badan internasional yang menangani masalah ini Academy for educational Development yang berpusat di Washington
USA, telah banyak mengembangkan berbagai program komunikasi pembangunan di
negara-negara yang sedang berkembang.
Dalam komunikasi pembangunan yang diutamakan adalah
kegiatan mendidik dan memotivasi masyarakat. Tujuannya untuk menanamkan
gagasan-gagasan, sikap mental, dan
mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan oleh suatu negara berkembang.
Secara pragmatis Quebral (1973), merumuskan
komunikasi pembangunan adalah komunikasi yang dilakukan untuk melaksanakan
rencana pembangunan suatu negara. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
komunikasi pembangunan merupakan suatu inovasi yang diterima oleh masyarakat.
Mengkaitkan peranan komunikasi pembangunan dan konsep mengenai pembangunan,
Tehranian (1979) mengemukakan tiga tinjauan
teoritis, yaitu teori yang hanya melihat pembangunan semata-mata sebagai proses
pluralisasi masyarakat, politik dan ekonomi dari suatu bangsa yang melaksanakan
pembangunan tersebut. Pandangan ini dianut oleh para ekonom dan politisi liberal.
Pada pokoknya mereka berpendapat bahwa hal yang
penting dalam pembangunan adalah peningkatan kelompok tenaga kerja yang berdasarkan struktur dan fungsi yang
jelas, penganekaragaman kelompok berdasarkan kepentingan dan keseimbangan
dinamis antar kelompok dan kepentingan. Teori yang kedua penekanannya pada
peningkatan rasionalisasi sebagai unsur kunci proses pembangunan. Penganut
aliran ini adalah Hegel, yang menekankan
peranan ratio dalam perkembangan sejarah.
Sedangkan Weber mementingkan rasionalisasi
kebudayaan dan birokrasi dari suatu proses sosial yang akhirnya dikenal
belakangan ini adalah mendewakan negara sebagai sumber segala kemenangan dan
keabsahan. Teori ketiga adalah pemikiran yang lahir dari kesadaran diri
masyarakat dunia ketiga, dengan konsep yang berpusat pada prinsip melakukan
pembebasan. Teori ini
Sangat dipengaruhi oleh aliran Neo Marxis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diasumsikan bahwa dalam teori yang pertama
adalah pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan pengahsilan dan pendapatan
masyarakat yang melaksanakan pembangunan tersebut. Tetapi konsep ini tidak
memperhatikan apakah peningkatan tersebut atau hanya oleh segelintir masyarakat
tertentu saja. Yang penting disini adalah terjadinya peningkatan. Begitu pula
halnya dengan pembangunan itu sendiri yang diutamakan adalah segi materi atau
jasmaniah dari kehidupan masyarakat.
Asumsi teori kedua lebih menitikberatkan pada
hal-hal yang bersifat abstrak, rasio, cara berpikir yang bukan berbentuk wujud
nyata. Sedangkan asumsi yang ketiga adalah proses pembangkitan kesadaran
sejarah dan identitas diri yang otentik sebagai daya motivasi dalam rangka
proses revolusi dominasi dan eksploitasi.
4.
Teknologi Komunikasi
Di abad modern ini, terutama pasca perang dunia
kedua, bermunculan berbagai penemuan baru sebagai akibat kemajuan teknologi
yang berkembang pesat dan terjadi susul menyusul. Teknologi memberikan manusia
bermacam-macam kemudahan dalam melakukan pekerjaan, dan lebih dari itu
menjadikan kehidupan lebih menyenangkan dan lebih nyaman.
Berkat penemuan baru di bidang teknologi, manusia
dapat menggali dan melakukan eksplorasi sumber-sumber kekayaan alam, termasuk
sumber-sumber energi yang penting bagi peningkatan kesejahteraan umat manusia.
Kemajuan pesat di bidang teknologi elektronika yang semakin berkembang
membuktikan manusia telah mampu mengembangkan kemampuan setinggi-tingginya.
Perkembangan teknologi mendorong semakin
berkembangnya teknologi komunikasi. Kemajuan teknologi komunikasi diawali
dengan penemuan transistor, kemudian berkembang mikcrohip, sistem komunikasi
satelit, dan lain-lain telah membuat jarak bukan lagi suatu halangan untuk
berkomunikasi dengan yang lainnya. Laju perkembangan teknologi komunikasi telah
memperlancar arus informasi dari dan keseluruh penjuru dunia. Kemajuan
teknologi telah memungkinkan manusia sekarang ini menyaksikan pada waktu yang
sama peristiwa-peristiwa, seperti: pendaratan manusia di bulan,
peristiwa-peristiwa kenegaraan, keolahragaan, dan sebagainya.
Kemajuan teknologi juga meningkatkan mobilitas
sosial, mempermudah orang untuk saling berhubungan. Pergaulan berlangsung
berupa kontak-kontak pribadi diikuti oleh tukar menukar gagasan dan pengalaman.
Hubungan manusia dari satu bangsa dengan bangsa lainnya semakin intensif dan
dunia seolah-olah menjadi semakin sempit. Mc Luhan menyebut dunia sekarang
sebagai a global village.
Teknologi media cetak mengalami perkembangan yang
pesat. Media cetak mengalami perubahan setelah penyempurnaan mesin cetak dengan
ditemukannya mesin offset yang dapat mencetak lebih cepat dan relatif lebih
murah dalam jumlah besar. Selanjutnya diketemukan facsimile, transmission of ideographs. Teknologi dapat melakukan
penghematan waktu dan jumlah tenaga kerja manusia.
Proses teknologi melalui makna pesan tertulis atau
gambar dipindahkan secara elektronis melalui radio telegraph (telefrint) untuk
satu reproduksi yang jauh letaknya. Dengan teknik ini surat kabar yang terbit di Amerika
misalnya, dalam jangka waktu bersamaan dapat terbit di Indonesia. Teknik reproduksi
ini memungkinkan penyebaran surat kabar lebih luas dan lebih cepat.
Demikian pula di bidang radio, televisi, film, dan
pembuatan mesin hitung elektronis berkembang pesat. Percepatan perkembangan teknologi komunikasi
belum ada tanda-tandanya akan berhenti, mendorong keseluruhan sistem komunikasi
ke dalam proses kegoncangan yang terus-menerus (Pool, 1974). Pemakaian
teknologi baru menuntut keahlian dan ketrampilan lama menjadi tidak berguna
atau kurang relevan lagi. Untuk melahirkan dan mengembangkan keahlian serta
ketrampilan baru, dituntut adanya sistem pendidikan yang baru pula. Sejalan
dengan itu restrukturisasi akan terjadi di dalam berbagai kehidupan
masyarakat. Kemajuan teknologi ini juga
telah dinikmati oleh masyarakat Indonesia yang sedang membangun.
Melalui radio, televisi, film, dan surat kabar dapat
dikatakan seluruh pelosok tanah air telah terjangkau oleh jaringan komunikasi
yang menghubungkan pusat dan daerah. Pesan-pesan pembangunan dari pusat ke
daerah dan sebaliknya dapat dengan mudah disiarkan oleh media tersebut
diatas. Melihat perkembangan kemajuan
teknologi komunikasi banyak pengamat mengatakan bahwa negara-negara maju
sekarang ini memasuki zaman informasi
yang disebabkan oleh revolusi komunikasi.
Menurut M. Alwi Dahlan (1983), informasi akan merupakan
sektor ekonomi informasi. Ciri utama munculnya masyarakat informasi adalah
terjadinya perkembangan teknologi yang semakin canggih, terutama dalam bidang
komunikasi dengan perangkat lunaknya (software).
Semakin canggihnya peralatan komunikasi yang
digunakan akan memungkinkan penyebaran informasi lebih efisien dan
efektif. Kalau kita simak, awal
lahirnya abad informasi ditandai dengan peluncuran Sputnik Uni Sovyet dan
Apollo Amerika Serikat. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1956. Nilai
keberhasilannya pun dapat dilihat dari penguasaan teknologi peluncuran semata,
tetapi keberhasilannya pun dapat dilihat dari segi missi yang diembannya yaitu
dimulainya globalisasi teknologi vital revolusi informasi yang membuat bumi
menjadi satu “desa dunia” dengan satelit sebagai pengalih bola dunia dalam
posisinya sendiri.
Cepatnya revolusi informasi telah menimbulkan
permasalahan sosial mengenai masyarakat informasi. Jika dibandingkan antara
masyarakat pertanian dengan masyarakat informasi, perubahan yang terjadi
memerlukan waktu 100 tahun ke masyarakat industri dan 20 tahun ke masyarakat
informasi. Perubahan yang cepat ini membuat masyarakat harus mengantisipasi
masa depannya.
Pengaruh perubahan masyarakat industri ke masyarakat
informasi menyangkut orientasi masyarakat yang menjurus pada masalah ekonomi.
Bidang komunikasi banyak memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat. Banyak
sektor profesi yang harus diisi dalam bidang informasi, baik sektor barang atau
jasa. Misalnya reporter, programer, juru kamera, penyuntingan gambar dan
berita, tenaga periklanan, pengolahan dan pemrosesan data dan lain-lain.
John Naisbitt dalam bukunya Megatrends menyatakan
ada sembilan kecendrungan besar yang sekarang sedang berlangsung di dunia.
Salah satu kecenderungan besar itu adalah beralihnya masyarakat industri ke
masyarakat informasi. Dalam masyarakat industri, produksi dihasilkan oleh
interaksi manusia dengan alam yang terolah, sedangkan masyarakat informasi
produksi merupakan hasil interaksi antara manusia dengan manusia.
John Naisbitt menyebutkan pula lima hal yang
diperhatikan mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi. Pertama, masyarakat informasi merupakan
suatu realitas ekonomi.
Kedua,
inovasi di bidang komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah
perubahan dalam penyebaran informasi dan percepatan arus informasi.
Ketiga,
teknologi informasi yang baru diterapkan dalam tugas industri yang lama, secara
perlahan akan melahirkan kreativitas dan proses produksi yang baru.
Keempat,
dalam masyarakat informasi, individu yang menginginkan kemampuan menulis dan
kemampuan dasar membaca lebih bagus dari masa lalu.
Kelima,
keberhasilan dan kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip
teknologi tinggi dan sentuhan yang tinggi pula. Dengan munculnya masyarakat informasi,
muncul pula ekonomi informasi.
Industri pabrik berubah menjadi industri informasi.
Kemajuan teknologi komunikasi menyangkut semua unsur dalam prosesnya, baik pula
pada teknologi pengirim, penyalur, pembagi atau penerima pesan yang membawakan
informasi kepada orang yang dituju. Menurut Alvin Tofler dalam bukunya The
Third Wave, perkembangan ini dinamai dengan gelombang ketiga (1980). Tofler
membagi sejarah umat manusia menjadi tiga gelombang, yakni :
1. Gelombang
pertama antara tahun 800 SM – 1700 M disebut juga gelombang pembaruan.
Manusia
menemukan dan menerapkan teknologi pertanian. Tanah merupakan dasar bagi
kegiatan ekonomi, kehidupan sosial budaya, struktur sosial dan politik. Hubungan antar manusia
sangat akrab, personal, dan komunikasi bersifat sederhana, tulisan sebagai alat
bantu. Kemudian struktur ini diubah secara total oleh datangnya peradaban
industri (gelombang kedua).
2. Gelombang kedua mulai berimpit dengan revolusi
industri.
Manusia beralih
ke energi terbaru seperti minyak, batu bara, dan gas. Mulai ditemukan mesin uap
yang kemudian dipadukan dengan pabrik yang menghasilkan barang-barang produksi.
Industri bersandar pada kegiatan produksi massal. Hubungan manusia menjadi
impersonal, komunikasi dikuasai oleh media massa. Gelombang ini akhirnya tergusur oleh gelombang
ketiga.
3. Gelombang
ketiga adalah peradaban yang didukung oleh kemajuan teknologi komunikasi dan
pengolahan data, penerbangan dan aplikasi angkasa luar, energi alternatif dan
energi terbarukan serta rekayasa genetik dan bioteknologi, dengan komputer dan
mikro teknik sebagai teknologi intinya.
Pada era ini
jaringan komunikasi, data dan informasi, komputer, latihan dan teknologi
modernlah yang terpenting. Informasi merupakan faktor penentu. Jika pada
gelombang kedua mengutamakan kekuatan fisik manusia, pada gelombang ketiga
menekankan pada kekuatan pikiran. Kehebatan gelombang ketiga ini melanda
negara-negara yang sedang berkembang. Kemajuan teknologi informasi dan
informasi di satu sisi telah berhasil mengatasi hambatan ruang dan waktu, di
sisi lain ternyata mempertajam ketidakseimbangan arus informasi antar
negara-negara maju dengan negara-negara berkembang.
Kemajuan
teknologi komunikasi jelas akan membawa dampak, baik positif maupun negatif
terhadap kehidupan sosial budaya masyarakat. Secara positif akan memberikan
kemungkinan terjadinya komunikasi secara lebih baik dan luas jangkauannya.
Kemajuan ini telah dirasakan manfaatnya bagi negara-negara yang sedang
membangun.
Dampak negatif
menimbulkan masalah baru. Memberikan kemudahan timbulnya pertentangan sosial
dan perubahan sistem nilai, karena adanya perbenturan sistem nilai dalam
masyarakat penerima teknologi yang mempunyai latar belakang budaya
yang berbeda. Selain itu
tidak mustahil derasnya arus nilai-nilai budaya melalui media massa
dapat menimbulkan perubahan berbagai sikap pada anggota masyarakat yang
mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda. Bagi bangsa Indonesia masalah
yang dihadapi berkaitan dengan faktor budaya adalah :
a. Masyarakat
Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari beraneka suku bangsa
dengan latar belakang kebudayaan, agama, dan sejarah yang berbeda.
b. Masyarakat
yang majemuk ini sedang mengalami pergeseran sistem nilai sebagai akibat
pembangunan yang pada hakekatnya merupakan proses pembaharuan di segala sektor
kehidupan.
c. Derasnya
arus informasi dan komunikasi yang dibawa oleh media massa memperlancar
kontak-kontak antar kebudayaan.
d. Pertambahan
penduduk yang menuntut pertambahan sarana hidup baik dalam kuantitas, kualitas,
maupun variasi.
Dalam hubungan
dengan masalah di atas, bangsa Indonesia harus mampu menumbuhkan dan
mengembangkan sistem nilai yang sesuai dengan tuntutan pembangunan. Pembangunan
sistem nilai yang cocok dengan tuntutan
kemajuan, harus tetap dilandasi nilai-nilai yang terkandung dalam falsafah
Pancasila sehingga proses medernisasi di Indonesia benar-benar proses aktualisasi dari bangsa Indonesia
sesuai dengan tuntutan zaman.
Timbul
persoalan, bagaimana merekayasa pergeseran-pergeseran nilai dalam rangka
mengaktualisasikan diri sesuai dengan tuntutan zaman sehingga bangsa Indonesia
memiliki ciri-ciri universal dari bangsa yang modern, tetap mempertahankan
identitas kebangsaan yang bersumber dari nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia.
Masalah
penerapan teknologi bagi kepentingan pembangunan di Indonesia memerlukan
penelaahan yang cermat dan mendalam menuju pemilihan alterantif terbaik yang dapat menghasilkan
karya-karya teknologi yang tepat guna dan tepat lingkungan, berdaya guna dan
berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu penerapan
teknologi komunikasi harus ditujukan bagi kepentingan umat manusia dab
diabadikan bagi kepentingan pembangunan bangsa dan negara (Harmoko, 1985).
Dengan kata lain
dalam era pembangunan diperlukan komunikasi yang konstektual yang disesuaikan
dengan karakteristik sosial budaya masyarakat. Harmoko (1985) mengemukakan
bahwa pesan yang disampaikan kepada khalayak haruslah :
1. Membaca
berita hangat yang isinya cocok dengan kepentingan mereka.
2. Menggugah
hati mereka sehingga gagasan dan perasaan yang disampaikan oleh si pembawa
pesan sudah seperti milik si penerima pesan sendiri.
3. Menimbulkan
dorongan bertindak bagi sasaran khalayak secara spontan dan penuh kesan.
Saluran media massa pada umumnya lebih banyak digunakan untuk komunikasi
informatif.
Dengan saluran
ini komunikator pembangunan pembangunan berusaha untuk memperkenalkan dan
memberikan pengetahuan mengenai pesan-pesan pembangunan. Selanjutnya untuk
perubahan perilaku, aktifitas komunikasi harus dilipatgandakan dengan
menggunakan berbagai macam saluran.
Rogers dan
Shoemaker (dalam Hanafi, 1987) mengatakan bahwa saluran interpersonal masih
memegang peranan penting dibanding dengan media massa, terlebih-lebih di
negara-negara yang belum maju di mana kurang tersedianya media massa yang dapat
menjangkau khalayak terutama warga pedesaan, tingginya tingkat buta huruf dan
tidak sesuainya pesan-pesan yang disampaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Lazarsfeld
(dalam Susanto, 1988) mengatakan bahwa media massa hanya merupakan 1) peliput
ganda pesan dan penyebar ide secara mendatar dan 2) penguat artinya hanya
didengar apabila sependapat dengan pendapat komunikan. Jadi saluran
interpersonal dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah
laku (Behavior Change) dari
komunikan. Indonesia sampai saat ini masih termasuk salah satu negara yang
sedang berkembang, dimana sebagian besar penduduknya berada di pedesaan dan
sekitar 50 % hidup dari hasil pertanian. Oleh sebab itu strategi komunikasi
pembangunan masih dipusatkan pada daerah pedesaan.
Hal ini sesuai
dengan pendapat Depari dan Mc Andrews (1991) bahwa sampai saat ini strategi
komunikasi pembangunan masih terbatas pada siaran pedesaan, baik melalui media
massa maupun pemanfaatan para petugas penyuluhan pembangunan. Oleh sebab itu
perlu dipikirkan lebih lanjut, bagaimana usaha-usaha komunikasi yang ada dapat
dikembangkan, terlebih-lebih menghadapi tantangan era globalisasi.
Dalam hal ini di Indonesia melalui televisi
dan radio sebagai saluran media massa telah melaksanakan program acara siaran
pedesaan. Demikian pula koran masuk desa (KMD) sebagai media cetak telah
disalurkan kepada masyarakat pedesaan. Sedangkan melalui saluran komunikasi
interpersonal pemerintah telah menerjunkan jupen-jupen pembangunan dan penyuluh
pertanian lapangan (PPL). Pertunjukan rakyat yang mengemas pesan-pesan
pembangunan pun banyak ditampilkan. Kegiatan ini punya daya tarik dan kekuatan
tersendiri. Susanto (1988) mengatakan bahwa bentuk-bentuk komunikasi melalui
pertunjukan rakyat/tradisional di maksud untuk :
1. Memudahkan
penerimaan pesan-pesan oleh masyarakat karena disajikan dalam bentuk yang
santai dan mudah dipahami bentuk dan lambangnya.
2. Memancing
komunikasi ke atas, yaitu pesan-pesan dari rakyat langsung kepada pemerintah
dalam bentuk yang dapat diterima oleh pemerintah.
Di samping itu
wadah lain yang umumnya terdapat dipedesaan yaitu kelomponcapir ; wadah yang
dapat menjembatani pesan-pesan pembangunan dari media massa kepada masyarakat.
Wadah ini biasanya dipimpin oleh pemuka-pemuka masyarakat (opinion leaders), yang biasanya memiliki ciri-ciri :
1. Lebih
tinggi pendidikan formalnya dibandingkan dengan anggota masyarakat lain.
2. Lebih
tinggi status sosialnya serta status ekonominya.
3. Lebih
inovatif dalam menerima atau mengadopsi ide-ide baru.
4. Lebih
tinggi kemampuan medianya.
5. Kemampuan
empati mereka lebih besar.
6. Partisipasi
sosial mereka lebih besar.
7. Lebih
kosmopolit.
Untuk masyarakat
perkotaan yang umumnya sudah memiliki banyak media, pesan harus disampaikan
sedemikian rupa disesuaikan dengan tingkat pendidikan dan kebutuhan. Penyajian
pesan lewat sinetron yang dapat
dinikmati keluarga dikala santai akan dapat menggugah kesadaran
khalayak. Di samping penyajian pesan melalui media tercetak, seperti leaflet,
folder, brosur, dan sebagainya, yang dibuat dengan cara yang menarik sehingga
sayang untuk dibuang begitu saja.
DAFTAR
PUSTAKA
Berger, Charles R, dkk, 1987, Handbook of
Communication Science, The Publisher of Professional
Social Science.
Depari, Eduard dan Mc Andrew, Collin, 1991. Peranan Komunikasi Massa Dalam Pembangunan, Gadjah Mada University :
Yogyakarta.
Effendy, Onong Uchjana, 1987. Komunikasi
dan Modernisasi, Alumni : Bandung.
Hettne, Bjorn, 1982. Ironi Pembangunan di Negara
Berkembang, Sinar Harapan : Jakarta.
Harmoko, 1985. Komunikasi Sambung Rasa,
Pustaka Sinar Harapan : Jakarta.
Rogers, Everett M dan Shoemaker, F Floyd, 1981.
Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, Usaha
Nasional : Surabaya.
Susanto, Astrid, 1977. Komunikasi Dalam
Teori dan Praktek, Bina Cipta : Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar